MCW Minta Kejaksaan Teruskan Penyelidikan Dugaan Korupsi Kayutangan Heritage

Kasus Dugaan Korupsi Kayutangan Heritage

Proyek pembangunan Kayutangan Heritage (ilustrasi/Istimewa).

MALANGVOICE – Malang Corruption Watch (MCW) meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang terus mengusut dugaan korupsi proyek Kayutangan Heritage.

Permintaan ini dilontarkan MCW karena Kejari bakal menghentikan penyelidikan perkara tersebut.

MCW menyebut jika korupsi sebagai kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime). Sehingga Aparat Penegak Hukum (APH) diwajibkan untuk aktif mendalami kasus tindak pidana korupsi.

“Untuk itu, kami (MCW, red) meminta Kejari Kota Malang untuk mengusut dugaan kasus korupsi pengerjaan proyek Kayutangan Heritage yang tidak sesuai dengan dokumen kontrak sehingga menimbulkan kerugian negara,” ucap Wakil Koordinator Badan Pekerja MCW, Ibnu Syamsu Hidayat, saat dihubungi awak media, Rabu (15/7).

Menurut Ibnu, pengerjaan penataan lingkungan Kayutangan Heritage ini dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPRPKP) Pemerintah Kota (Pemkot) Malang dengan menggunakan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) di Tahun 2019 sebesar Rp1,9 miliar.

“Kejari harus jalan terus dan jangan menghentikan kasus dugaan korupsi pembangunan Kawasan Heritage ini dengan alasan kerugian negara tersebut akan dikembalikan, itu pandangan yang tidak memiliki dasar,” jelasnya.

Untuk itu, lanjut Ibnu, wacana Kejaksaan Kota Malang yang bakal menghentikan dugaan kasus korupsi pembangunan kawasan kayutangan bertentangan dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, yakni Pasal 4.

“Dengan begitu, dalam kasus Korupsi, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasalnya, maka pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut,” jelasnya.

Sebab, tambah Ibnu, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan factor yang meringankan/mengurangi pidana, bukan mengurangi sifat melawan hukumnya atau tidak menghapus tindak pidana.

“Dalam kasus ini, kami (MCW, red) menilai, dikembalikan sebelum atau sesudah penyidikan tetap merupakan tindakan melawan hukum. contoh. Seorang pencuri, lalu mengambilan barang curian sebelum orang lain tahu, ia tetap tindak pidana pencurian,” tegasnya.

Lantaran, tegas Ibnu, yang memiliki kewenangan dan pengawasan keuangan negara yang memiliki hak untuk memberikan tenggat waktu pengembalian kerugian negara hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Hanya BPK yang bisa melakukan itu semua, sesuai dengan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksana Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Pasal 3 ayat (3),” pungkasnya.(der)