MALANGVOICE – Proses Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Batu 2017 dituding MCW tak pro kesejahteraan masyarakat. DPRD Kota Batu selaku kontrol anggaran tak luput dari sorotan. Sebab, dalam proses P-APBD, dewan meminta kenaikan gaji sebesar Rp 2,2 miliar.
“Kesimpulannya, P-APBD tidak berorientasi kepada masyarakat Kota Batu. Terlihat juga pada beberapa sektor anggaran
pendidikan, kesehatan dan pertanian,” kata Direktur Omah Rakyat Kota Batu Saiful Amin, dalam tanya jawab dengan awak media, Senin (31/7) di gedung DPRD Kota Batu.
Baca juga: Permintaan Hearing Tak Digubris, MCW Surati DPRD Kota Batu
Perlu diketahui sebelumnya, P-APBD 2017 untuk pendapatan diploting Rp 857.271.598.432 sedangkan untuk anggaran belanja diploting Rp 925.327.321.420. Sehingga ada penambahan sekitar Rp 69.108.210.898 yang masuk ploting PAK.
Beberapa anggaran belanja dalam P-APBD di atas, diindikasikan banyak yang tidak pro kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pihaknya bersama MCW mendesak legislatif bijakdan cermat mengelola anggaran.
“Hal yang dirasa tidak penting dan berkaitan langsung dengan masyarakat lebih baik dipangkas,” jelas Amin.
Koordinator Badan Pekerja MCW Atha Nursasi menambahkan, ada tiga sektor P-APBD yang dipersoalkannyan. Yakni sektor pendidikan, kesehatan dan pertanian. Sektor pendidikan misalnya, belanja langsung Dinas Pendidikan masih pada angka 12 persen.
Padahal sesuai Perda Kota Batu Nomor 17 Tahun 2011, tentang sistem penyelenggaraan pendidikan, menyebutkan dana pendidikan dari pemda yang dialokasikan dakam APBD minimal 20 persen di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.
“Beberapa waktu lalu Wali Kota Batu Eddy Rumpoko hearing dengan DPR RI terkait masalah di sektor pendidikan. Jika serius, Wali Kota seharusnya mengalokasikan APBD fokus untuk anggaran pendidikan,” ujar Atha.
Anggaran belanja yang tidak maksimal lagi ada pada sektor kesehatan. Dari ketentuan alokasi minim 10 persen, sesuai pasal 171 UU Nomor 36 Tahun 2009, Pemkot Batu masih mengalokasikan 4 persen. Bahkan dari riset yang dilakukan pihaknya, ada 20 persen masyarakat Kota Batu mengeluhkan pelayanan kesehatan. Baik dari fasilitas kesehatan yang minim, dan kesulitan untuk akses pelayanan kesehatan.
“Diperkuat lagi berdasar hasil BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2016 jumlah faskes tidak bertambah kurun waktu 4 tahun terakhir,” bebernya.
Sedangkan untuk sektor pertanian, pemerintah menganggarkan Rp 1,1 miliar. Hal ini dirasa MCW tak realistis dengan arah kebijakan dan prioritas pembangunan Kota Batu. Yakni mewujudkan kesejahteraan masyarajat melalui pemantapan daya saing perekonomian daerah dan stabilitas sosial politik menuju Kota Batu sebagai sentra pertanian organik berbasis kepariwisataan internasional.
“Jumlah anggaran sektor pertanian ini bahkan kalah dengan biaya rehab gedung DPRD Kota Batu,” sesalnya.
Lalu, masih kata Atha, dewan malah meminta kenaikan gaji sebesar Rp 2,2 miliar untuk total 25 anggota dewan. Akan lebih bijaksana menurutnya, dewan mengurungkan usulan penambahan atau kenaikan gaji. Sehingga dapat dialihkan untuk membangun dan memperbaiki faskes, dan pelayanan dasar kesejahteraan masyarakat.
“Pemkot dan dewan utamanya terkesab tidak cermat melaksanakan fungsinya sebagai pengawas,” pungkasnya.