Masyarakat Peduli HIV/AIDS Desak Pemkot Malang Realisaaikan Perdanya

Masyarakat peduli HIV/AIDS. (Istimewa)

MALANGVOICE – Masyarakat peduli HIV/AIDS yang tergabung dalam Jaringan Lintas Isu Malang Raya (JATI) desak
Pemerintah Kota (Pemkot) Malang terbitkan Peraturan Daerah (Perda) HIV/AIDS.

Selain kasus HIV/AIDS Kota Malang terbanyak ke dua di Jawa Timur (Jatim) setelah Surabaya juga target bebas HIV/AIDS.

“Komitmen 2030, secara nasional Indonesia bebas HIV/AIDS. Tahun 2022 sudah berakhir, kalau tidak sekarang mau kapan lagi,” ujar Rika Wanda, juru bicara Koalisi Jati, Kamis (1/12)

Baca Juga: Pembangunan 3 Proyek Infrastruktur di Kota Batu Ditunda

Seperti diketahui, agenda global Ending AIDS 2030 melalui pencapaian Three Zeros, yaitu penurunan infeksi baru HIV, penurunan kematian yang diakibatkan oleh AIDS dan meniadakan stigma, dan diskriminasi yang diakibatkan oleh HIV/AIDS.

“Kenyatannya tidak ada tanda-tanda ke arah sana,” ujarnya.

Menandai Hari AIDS Sedunia (HAS) Tahun ini, sekitar 50 anggota Koalisasi Jati melakukan Long march mengelilingi Alun-Alun Bundar dan orasi di depan Balai Kota Malang.

Aksi damai HAS berharap Pemkot Malang serius menangani kasus HIV/ AIDS yang setiap tahun mengalami peningkatan.

Proyeksi Keuangan Daerah Kota Batu 2023 Defisit Rp103,2 Miliar

Mengutip laporan Kelompok Dukungan Sebaya Netral Plus, sebanyak 2.906 orang positif HIV dan mengakses layanan kesehatan perawatan dan pengobatan di Kota Malang dan Batu.

Data akumulasi sejak 20 tahun terakhir menyebut, Orang dengan HIV/ADIS (ODHA) on ARV sebanyak 2.407 orang.

Meninggal dunia sebanyak 178 orang, Lost to Follow Up (LFU) sebanyak 129 orang.

HAS yang tahun ini, mengambil thema Satukan Langkah Akhiri HIV/AIDS, Koalisi Jati serius mengajak semua pihak bergerak karena isu HIV/ AIDS bukan hanya tugas Dinkes.

“Lintas sektor harus terlibat dan berperan aktif. Ada Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan semua dinas terkait. Ternyata, masing-masing dinas saat ini saling lempar,” tuturnya.

Dinas Pendidikan misalnya, seharusnya menyusun kurikulum bahaya dan pencegahan HIV/AIDS dapat dimasukkan dalam mata pelajaran atau ektra kulikuler.

“Sejak dini anak usia labil mengetahui bahayanya HIV/AIDS sehingga nggak akan mencoba -coba,” tambahnya.

Rika menyayangkan, isu HIV/AIDS dianggap hanya sebagai isu kesehatan, sehingga stakeholder tidak berperan. Padahal dengan terbitnya perda, pemerintah dapat menekan kasus HIV/AIDS.

Dalam kesempatan yang sama, Rika menceriterakan pengalamnya selama menjadi pendamping. Persoalan yang muncul selalu sama, terjadi penolakan bahkan pengusiran dari lingkungannya

“Ketakutan yang paling besar dari masyarakat sekitar adalah penularan. Mereka menjauhi ODHA. Tidak dapat dihindari, karena memang tidak memiliki atau memegang payung hukumnya,” tegasnya.

Padahal, penularan HIV/AIDS tidak semudah yang dibayangkan. Bersentuhan tidak mengakibatkan orang tertular HIV, termasuk jika memakai barang-barang milik pengidap. Potensi penularan bisa terjadi jika melakukan hubungan seksual.

Masih banyak kasus diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS di Kota Malang, termasuk terhadap anak dengan HIV/AIDS.(der)