MALANGVOICE– Selain dikenal sebagai daerah destinasi wisata di Jatim, Kota Batu juga lekat dengan ikon penghasil buah apel. Namun eksistensi buah apel kian meredup. padahal dulunya jadi primadona sebagai sumber penghasilan utama petani pada era 90-an.
Di momen Pilwali Kota Batu 2024 ini menjadi harapan besar bagi petani apel kepada calon pemimpin memiliki komitmen mengembangkan pertanian apel. Seperti diungkapkan Alfredo Dhilan G, salah satu pengusaha muda yang memiliki pabrik Apel Celup. Ia menuturkan jika upaya pemerintah setempat dalam mengembangkan komoditas apel sangat minim.
“Saya kadang gemes banget sama narasi yang dibangun pemerintah. Saya kira narasinya sudah bukan lagi mempertahankan, tapi juga mengembangkan pertanian apel dan olahan buah yang seharusnya menjadi keunggulan Kota Batu,” kata Alfredo.
Paslon KriDa Ajak Masyarakat Suka Cita Menyambut Pilkada Batu 2024
Alfredo yang juga politikus muda Partai Golkar ini berharap pemerintah harus membuka mata bahwa dunia pertanian sudah harus dilihat sebagai industri. Ketika bicara industri, para petani di Batu harus belajar tentang masalah HPP atau harga pokok produksi hingga turunan dari apel itu sendiri. Dengan begitu, baru mulai bisa bicara sarana dan prasarana (sarpras) hingga infrastruktur. Di Kota Batu sendiri masih banyak akses jalan menuju kebun masih berupa tanah.
“Akses sulit ini cost buat petani. Kondisi seperti ini tidak hanya di kebun saya tapi juga terjadi di banyak lokasi kebun lainnya. Saya berharap Wali Kota terpilih nanti bisa memahami ini. Dan saya kira, yang punya komitmen ke arah sana yaitu Firhando Gumelar,” tutur Alfredo.
Sementara itu menurut Calon Wali Kota Batu nomor urut 2, Firhando Gumelar atau akrab disapa Mas Gum, sejak awal ia sudah memetakan masalah pertanian di Kota Batu, khususnya komoditas apel. Salah satu programnya adalah meningkatkan hasil produksi para petani apel ini, sehingga nilai jual apel dari Kota Batu bisa meningkat.
Mendengar curhatan dari Alfredo terkait petani dan komoditas apel, ia yakin jika ada niat yang benar, maka pertanian di Kota Batu bisa dikelola dengan baik sesuai regulasi. Dipastikan hasil bumi Kota Batu akan naik harga jualnya. Apalagi jika hasil bumi itu dilakukan lagi produksi turunan.
Menurutnya, sarpras juga bagian penting untuk diperbaiki. Termasuk harga jual yang rendah. Pemerintah harus hadir untuk mencari titik tengah antara petani dan pembeli. Ia ingin petani ini bisa menjadikan hasil taninya diolah menjadi produk turunan lagi untuk menambah nilai ekonomi..
“Misal kalau Mas Edo itu dari buah apel menjadi teh apel, menjadi minuman soda, kripik, dan sebagainya, itu harganya jadi lebih mahal. Nah soal itu butuh campur tangan pemerintah. Mulai memberikan pendidikan industri, membuat iklim industri, hingga turut serta dalam permodalan atau membangunkan pabrik industri yang bisa digunakan oleh rakyat,” imbuhnya.
Ia mengatakan, dalam visi misinya, ia memiliki program khusus untuk pertanian yakni Layanan Tani Satu Atap dan Batu Agribisnis Center. Dua program itu memang ditelurkannya untuk mengangkat derajat para petani di Kota Batu untuk mengglobal.
“Kita tidak boleh kalah dengan Thailand yang dulu belajarnya dari leluhur kita di Pulau Jawa. Sekarang kok malah kita yang tertinggal. Jangan lagi ada cerita tomat di petani hanya dihargai Rp 500 per kilo nya. Kalau bisa diekspor dengan harga yang tinggi, kenapa tidak. Saya siap turun tanganmengurus petani Kota Batu,” tegasnya.(der)