Mall Alun-Alun Didesak Jadi Pusat Budaya Kota Malang

Mall Alun-Alun (Ramayana). (Aziz Ramadani/MVoice)
Mall Alun-Alun (Ramayana). (Aziz Ramadani/MVoice)

MALANGVOICE – Kabar Mall Alun-Alun telah habis masa kontrak dengan Ramayana, 2019 mendatang, sampai di telinga seniman. Mereka sangat berharap Pemkot Malang memanfaatkan aset tersebut sebagai pusat kesenian dan budaya.

Seperti yang diungkapkan Seniman dari Sanggar Budiayuga Dancer
Rachmad Budiri ini. Dia mengatakan, seniman Malang Raya khususnya Kota Malang telah lama memendam angan untuk memiliki sarana pementasan yang representatif.

Mengemukanya pemanfaat Mall Alun-Alun yang habis masa kontrak dengan Ramayana, 2019 mendatang, disambut antusias.
Dijadikan sebagi centra budaya tentunya akan membuka pintu peluang majunya kesenian di Bumi Arema ini.

“Sebab untuk eksplorasi alam untuk wisata sudah tidak memungkinkan lagi di Kota Malang ini. Berbeda jauh dengan Kabupaten Malang yang memiliki sumberdaya alam indah. Lalu eksplorasi wisata artifisial juga akan tertinggal jauh dengan Kota Batu,” jelasnya.

Maka, lanjut dia, kemungkinan terbaik adalah eksplorasi budaya dengan menggunakan Mall Alun-Alun (Ramayana) sebagai centra budaya tentu akan lebih membangkitkan gairah berkesenian.

Diungkapkannya, bahwa Kota Malang memang pernah memiliki beberapa centra kebudayaan di masa lampau. Dicontohkannya Gedung Flora mampu menarik minat ribuan penonton dari berbagai daerah di setiap pertunjukannya.

“Kemudian kita juga pernah punya Gedung Pulosari. Dari kedua tempat itu tela melahirkan artis- artis besar legendaris. Bahkan Pulosari mampu mengangkat Malang menjadi barometer musik rock Indonesia. dengan adanya pusat centra budaya memanfaatkan Mall Alun-Alun tidak menutup kemungkinan Malang kembali menjadi stage center Indonesia,” urainya.

banner

Budi berharap, keinginan seniman semoga sampai didengar Pemkot Malang terutama Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang Sutiaji-Sofyan Edi Jarwoko yang baru saja dilantik. Sebab, selama ini seniman untuk mengekspresikan diri terkendala tempat. Bahkan untuk sewa gedung begitu mahal.

“Sebuah pergelaran harus memiliki uang tanggungan retribusi tiket yang biayanya tidak sedikit. Belum pajak promosi,” keluhnya.

Usulan ini, masih kata Budi, tidak semata agar pertunjukan kesenian dan kebudayaan ramah anggaran. Dengan memanfaatkan aset milik Pemkot Malang tersebut diyakini bakal menyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah).

“Justru dengan penyatuan UMKM dengan wahana kesenian dan budaya akan menjadi lebih menguntungkan. Sebagai contoh seperti yang dilakukan Jatim Park Group. Saya yakin budaya Malang pun bisa diangkat dan mampu menjadi sajian menarik,” pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Musik Malang Bersatu (MMB) Bagus Prakoso, bahwa seniman Kota Malang khususnya sangat membutuhkan ruang untuk berekspresi. Sebuah media pertunjukan seniman untuk mengapresiasi karya. Sayangnya, Kota Malang masih belum memiliki tempat strategis tersebut untuk mewadai seniman.

“Padahal seniman termasuk ikut membangun karakter sebuah kota. Jika wacana Ramayana Mall Alun-Alun benar habis kontraknya, ya sangat layak kemudian dijadikan tempat pertunjukan bagi seniman Kota Malang,” kata Bagus.

Bahkan, lanjut dia, sempat dahulu kala ada wacana pemerintah merencanakan pembangunan Malang Art Center. Namun, hingga saat ini tidak ada kelanjutannya. Maka, wacana memanfaatkan aset Pemkot Malang di Mall Alun-Alun jadi angin segar para seniman.

“Paling tidak Kota Malang harus ada tempat nongkrong para seniman lintas genre. Misal ada konsep kantin, hingga panggung apresiasi bentuk kecil dan besar. Sehingga jika ada seniman luar kota datang berkunjung kita tidak bingung lagi mencari tempat,” pungkasnya.

Hal di atas juga diamini Seniman Kota Malang Rudi Satrio Lelono. Bahwa mendengar Ramayana habis masa kontrak yang terbersit adalah pemerintahan memiliki niat baik dan keberanian untuk merekonstruksi lagi bagian-bagian dari peradaban Kota Malang. Tidak lain ada kebudayaan khas Kota Malang. Konsep yang riil dan bermanfaat dengan menjadikan aset gedung tersebut jadi pusat kebudayaan, ada gedung kesenian, ada pasar seni, serta berkolaborasi UMKM.

“Boleh jadi begitu padat jadwal pertunjukkan tontonan dan tuntunan. Pertunjukan teater, pameran lukisan, wayang bahkan musik jalanan, apapun ekspresi karya warganya. Di pasar seni yang ada, kriya modern dan tradisi semua bisa berniaga karya saling mengisi,” kata Rudi.

Semoga semua bisa berbahagia di rumah sendiri, sebuah rumah bagi semua warga untuk bekarya. Sehingga tidak lagi masygul karena mahalnya sewa,” pungkas pria juga akademisi di perguruan tinggi swasta Kota Malang ini.(Der/Aka)