Malaikat Kecil; Bagaimana Memaknai Hari Raya…

Film ini berkisah tentang seorang ayah berkebutuhan khusus (autis), yang ingin membahagiakan keluarga, dan memenuhi janji pada kedua anaknya.

Lebaran merupakan hari besar yang ditunggu umat muslim di seluruh dunia, karena menjadi hari pangampunan. Tapi, ternyata ada sebagian orang yang berharap Lebaran tidak ada. Ada beberapa orang yang justru paranoid menghadapi Lebaran, karena ketakutan tidak bisa membahagiakan buah hati dan keluarganya saat Idul Fitri, apalagi buat banyak orang, Lebaran hanya identik dengan baju baru dan opor ayam.

Berangkat dari kisah nyata itu, Atlantis Pictures mencoba mengangkat realita kehidupan kaum pria menengah bawah jelang hari raya Idul Fitri.

“Malaikat Kecil ini true story, dan setelah melakukan riset dari lingkungan terdekat, ternyata banyak bapak-bapak dari kalangan menengah bawah yang, kadang, mengharapkan Lebaran tidak ada, karena hanya menambah beban, karena harus beli baju baru, makanan yang berbeda dari hari biasanya. Memang, buat sementara orang Lebaran menjadi ajang pesta dan menunjukan identitas keekonomiannya. Ini kan fenomena menarik yang dirasakan banyak orang, khusunya pria dari kalangan bawah, jadi ini budaya yang sepertinya cukup memberatkan, kita ingin semangat tokoh film ini menular ke orang-orang yang berpikir salah tentang hari raya, bahwa tidak ada yang memberatkan selama kita terus berusaha,” ujar Richyana sutradara film Malaikat Kecil.

Cerita makin menarik, ketika film Malaikat Kecil mengangkat problematika pria yang mengidap autis, sehingga diharapkan dari film ini bisa menginspirasi buat mereka yang menonton. “Kami ingin membuat film yang tidak hanya saja menghibur tapi juga bisa menginspirasi buat yang menonton. Istilahnya tidak sekedar tontonan tapi juga ada unsur tuntunannya,” tutur Inggrid Rhemanty, produser Atlantis Film.

Richyana menambahkan, cerita film yang menarik ditonton harus dikemas sebagus mungkin, kalau seratus persen kisah nyata, dikawatirkan menjadi film dokumenter. “Yang panting benang merahnya dan inti cerita yang ingin disampaikan kepada penonton mudah dicerna dan dipahami, tanpa bermaksud menggurui. Karena orang nonton bioskop tujuannya ingin mencari hiburan, jadi nggak mau diajak berfikir yang njlimet dan bertele-tele,” katanya.

Film Malaikat Kecil Ini merupakan kisah perjuangan seorang ayah yang ingin membahagiakan buah hatinya saat Lebaran, padahal ia tidak memiliki pekerjaan untuk bisa membeli baju anaknya. Saking inginnya bisa membelikan baju baru, ia rela bekerja apa saja

Untuk mendukung cerita Film Malaikat Kecil, agar filmnya menarik dan enak ditonton, maka ditampilkan aktris peraih Piala Citra, Tika Bravani yang didampingi bintang film yang pernah menjadi nominator Citra, Dwi Sasono yang selalu terampil bermain komedi di setiap perannya, tetapi peran yang ditampilkan oleh Dwi sasono dalam Malaikat Kecil, seolah kita lepas dari karakter dia selama ini.

Dwi sasono begitu kuat menghadirkan sosok seorang penderita autis yang bisa membuat penonton akan melihat sisi lain kelebihan penderita kebutuhan khusus.

“Kami juga menampilkan aktor dan aktris senior, Cok Simbara, Nella Regar dan Dina Mariana. Kenapa kami memilih artis senior, Karena konsep film ini sendiri sangat sederhana dan memiliki karakter seperti film-film tahun 80an di Indonesia, sehingga mereka yang dulu pernah menjadi artis hebat di Indonesia bisa kembali memberikan sentuhannya di film ini, kami sangat ingin sekali karakter film lama Indonesia hadir di film ini, karena saya ingat betul di masa kecil saya dulu, bagaimana film itu bisa hadir dengan realistis dan jujur, melalui film ini, setidaknya kerinduan kita terhadap film-film yang bertutur jujur dan realistis bisa kita rasakan lagi” jelas Richyana.

unnamed (2)