MALANGVOICE – Lembaga Konsultasi dan Pelayanan Hukum (LKPH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) turut menyoroti kejadian mengenaskan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10) malam.
Kericuhan terjadi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya dan sampai saat berita ini naik telah menewaskan total 131 orang.
“Kami sangat berduka atas tragedi di Stadion Kanjuruhan. Semoga amal ibadah korban diterima Allah Subhanahu wata’ala dan diberikan kesabaran untuk keluarga korban,” ujar Kepala LKPH UMM, Yaris Adhial Fajrin, S.H., M.H..
Baca Juga: Pasca Tragedi Kanjuruhan, Jokowi Perintahkan Audit Seluruh Stadion
Dikutip dari berbagai sumber, tragedi berawal saat peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan dibunyikan yang mana Arema mengalami kekalahan di kandang dengan skor 2-3 dari Persebaya.
Beberapa Aremania kemudian masuk ke lapangan untuk mengejar para pemain. Aksi beberapa Aremania yang masuk ke lapangan mendorong lebih banyak lagi jumlah supporter yang masuk ke lapangan, yang membuat situasi semakin tidak terkendali.
Melihat banyaknya Aremania yang turun ke lapangan, aparat yang berjaga langsung turun untuk membubarkan massa hingga menembakkan gas air mata ke arah tribun yang saat itu masih dipenuhi oleh penonton.
Perbuatan tersebut membuat para penonton panik dan berlarian keluar stadion dan berakibat pada menumpuknya supporter di pintu keluar stadion. Kebanyakan korban tewas diakibatkan berdesakan, terinjak-injak dan sesak nafas karena panik.
Guna mengakomodir kepentingan dan kebutuhan korban maupun keluarga korban dalam upaya mendapatkan keadilan, LKPH UMM sebagai Lembaga Pelayanan hukum membuka pos pengaduan dan bantuan hukum untuk membantu serta membela kepentingan hukum korban yang merasa hak-haknya dicederai.
Bagi yang merasa membutuhkan bantuan hukum dapat menghubungi akun Instagram LKPH UMM (@lkph.umm) atau admin LKPH UMM 081323331880.
Dua Hal Krusial
LKPH UMM memandang ada dua hal krusial yang menjadi faktor penyebab tragedi Kanjuruhan. Pertama adalah faktor ketidaksiapan panitia pelaksana pertandingan.
Ketidaksiapan tersebut terlihat dari adanya informasi mengenai jumlah tiket yang dijual melampaui kapasitas Stadion Kanjuruhan, yang berkapasitas 38.000 orang.
Dikutip dari berbagai sumber, tiket yang diizinkan untuk dijual berjumlah 25.000, sedangkan yang beredar adalah sejumlah 45.000. Kondisi yang demikian telah melanggar Pasal 26 ayat 7 Stadium Safety and Security Regulations FIFA, yang mengatur tentang larangan penjualan tiket melebihi kapasitas stadion.
Selain persoalan jumlah penonton pada pertandingan malam itu, LKPH UMM juga menyoroti ketidaktaatan PT Liga Indonesia Baru dan panitia penyelenggara pertandingan atas imbauan Polres Malang melalui Surat Permohonan Perubahan Jadwal Pertandingan Liga 1 tahun 2022 mengenai jam pelaksanaan pertandingan yang harusnya dilaksanakan pada pukul 20.00 WIB diubah menjadi 15.30 WIB demi alasan keamanan.
Berikutnya faktor kedua adalah pihak PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) sebagai operator pelaksana BRI Liga 1 2022. Muncul pertanyaan, apakah Stadium Safety and Security Regulations FIFA sudah dipenuhi oleh PSSI dan PT LIB? Apakah para penonton mengetahui emergency plan atau emergency signs sesuai dengan pasal 47 Stadium Safety and Security Regulations? Apakah PSSI dan PT Liga Indonesia Baru sebenarnya memiliki emergency plan dan sudah berkoordinasi dengan pihak aparat ketika kejadian darurat terjadi? Pertanyaan-pertanyaan tersebutlah kiranya yang harus diklarifikasi pihak PSSI, PT Liga Indonesia Baru, maupun panitia penyelenggara.
Tidak bisa dibayangkan jika pihak-pihak tersebut di atas tidak memiliki emergency plan atau kurang koordinasi dan kurang siap dalam menghadapi situasi chaos seperti pada kejadian Sabtu malam tersebut.(der)