Lindungi Hak Anak, Kajari Batu Prioritaskan Upaya Diversi bagi ABH

MALANGVOICE – Anak korban kasus kekerasan maupun anak berhadapan dengan hukum (ABH) membutuhkan penanganan khusus sebagai upaya perlindungan pada hak anak.

Dalam konteks ini, perhatian pada aspek psikis menjadi prioritas bagi anak sebagai korban kekerasan ataupun pelaku tindak pidana.

Hal itu agar kelak tak menjadi problematika berkelanjutan saat mereka beranjak dewasa. Terlebih nantinya mereka memegang tongkat estafet yang menentukan kualitas peradaban bangsa. Sehingga faktor lingkungan juga turut berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak.

Kajari Kota Batu, Supriyanto mengatakan, pemidanaan berupa kurungan penjara bagi ABH bukan cara efektif. Justru hal itu akan mengggangu psikis yang nantinya akan mempengaruhi kepribadiannya saat dewasa nanti. Ia lebih menekankan untuk menempuh diversi sebagaimana diatur dalam sistem peradilan pidana anak.

“Dalam hukum tak harus selalu menghukum orang. Malah ketika dipenjara mereka bercampur dengan orang dewasa yang bisa membuat psikologi anak terganggu,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Kejari Kota Batu, perkara hukum yang melibatkan anak mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018 terdapat 20 perkara melibatkan anak.

Rinciannya delapan perkara sebagai tersangka, terdiri dari lima perkara pencurian dan tiga perkara persetubuhan anak dibawah umur. Sedangkan, untuk anak yang menjadi korban terdapat 12 perkara, yakni 11 perkara persetubuhan dan satu perkara pencabulan.

Selanjutnya di tahun 2019 terdapat 19 perkara, tujuh perkara sebagai tersangka. Dengan rincian, empat perkara narkoba, saru perkara pencabulan, satu penyalahgunaan pil dobel L, dan saru perkara pencurian. Sementara itu, untuk anak yang menjadi korban terdapat 12 perkara. Dengan rincian 11 perkara persetubuhan anak dibawah umur dan pencabulan perkara pencabulan.

Sedangkan pada tahun 2020, terdapat 16 perkara dengan rincian lima perkara sebagai tersangka. Terdiri dari satu perkara pencabulan, dua perkara persetubuhan terhadap anak dan dua kekerasan terhadap anak. Sedangkan yang menjadi korban terdapat 11 perkara. Terdiri dari 9 perkara persetubuhan dan dua perkara pencabulan.

Berikutnya di tahun 2021 ada 15 perkara. Dari jumlah kasus tersebut, ada 12 anak yang menjadi korban dan tiga sisanya menjadi pelaku. “Untuk kasus anak sebagai korban masih didominasi kekerasan dan pelecehan seksual,” imbuh dia.

Pihaknya pun menaruh perhatian untuk mengurangi kasus pidana yang melibatkan anak. Serta mendorong kesadaran masyarakat untuk melindungi hak-hak anak. Hal itu sekaligus menegaskan bahwa anak bukan objek eksploitasi yang rentan menjadi korban kekerasan.

“Beberapa waktu lalu kami telah membahasnya dengan pegiat-pegiat pemerhati anak. Bersama-sama mencari solusi meminimalisir anak sebagai korban maupun perkara hukum yang melibatkan anak. Ini sekaligus mendukung Perda Kota Batu sebagai Kota Layak Anak,” ungkap Supriyanto.

Ia menjelaskan, perlu membangun pola komunikasi yang hangat tatkala menangani anak yang terlibat perkara pidana. Pendekatan semacam itu agar mengetahui latar belakang yang mendorong anak terlibat pada perkara pidana.

Tepat sekitar satu tahun yang lalu Kejari Batu sudah melaunching sebuah program bernama ‘Jaksa Sahabat Anak’. Dengan adanya program ini kami berharap, kasus hukum yang menimpa anak bisa semakin turun,” tutup mantan Kajari Gorontalo itu.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait