Lestarikan Tradisi Bulan Suro, Ritual Jamasan Menjaga Unsur Esoteris dan Eksoterik Pusaka

Prosesi jamasan pusaka di Padepokan Bumiaji Panatagama, Kota Batu. Sebilah keris yang berkarat dibersihkan dengan air kelapa yang dicampur buah mengkudu dan jeruk nipis. (MVoice/M. Noer Hadi)

MALANGVOICE – Tradisi jamasan atau memandikan pusaka rutin digelar setiap memasuki awal bulan Suro atau Muharam.

Prosesi pemandian pusaka, secara teknis bagian dari perawatan pusaka, terutama yang berbahan logam agar tak rusak terkikis korosi.

Seperti yang dilakukan pengurus Padepokan Bumiaji Panatagama di Dusun Banaran, Desa Bumiaji, Kota Batu, Sabtu (30/7). Sebelum memasuki proses pembersihan, beragam jenis pusaka terlebih dulu didata berdasarkan biodata pemiliknya. Pendataan itu agar pusaka tak tertukar.

Ketua Pelaksana Jamasan, Volta Septian mengatakan ada sebanyak ribuan pusaka milik 200 peserta jamasan yang dimulai sejak Jum’at malam kemarin (29/7). Sebagian besar, peserta berasal dari Malang Raya dan ada beberapa peserta dari Sidoarjo maupun Pasuruan.

Baca juga : 100 Jemaah Haji Tiba di Kota Batu

“Pusaka yang dijamas di sini mulai dari zaman kuno hingga zaman kamardikan. Ada juga pusaka era Kerajaan Singasari, milik warga Tengger,” ujar Volta.

Ia mengatakan, ritual jamasan sudah 13 tahun dilakukan Padepokan Bumiaji Panatagama setiap datangnya bulan Suro. Secara simbolis, pembersihan pusaka memiliki makna pembersihan diri menyambut Tahun Baru Hijriyah. Selain itu perawatan pusaka, sebuah aktualisasi melestarikan tradisi peninggalan leluhur.

“Pusaka itu sebuah wujud kristalisasi harapan dari seseorang. Namun, terkadang mereka tidak memiliki pengetahuan dalam hal merawat pusaka,” tutur dia.

Proses jamasan diawali dengan merendamkan pusaka pada air kelapa yang dicampur dengan buah mengkudu dan jeruk nipis. Tingginya kandungan asam pada cairan itu agar meluruhkan karat yang menempel pada material logam.

Baca juga : Bulan Suro, Ratusan Pusaka Dijamas di Taman Wendit

“Lamanya perendaman tergantung tingkat korosi. Kalau cukup parah yang butuh waktu lama. Biasanya pusaka temuan yang begitu karena terpendam,” kata Volta.

Setelah pusaka dibersihkan dari karat, kemudian dibilas dengan air rendaman kembang setaman. Air yang digunakan diambil dari sumber-sumber mata air di Desa Bumiaji. Selesai dibilas, kemudian pusaka diolesi campuran tujuh jenis minyak untuk memperlambat korosi.

“Lalu terakhir proses pentayuhan dan sidikoro untuk menyinkronkan energi pusaka dan pemilik. Ritual jamasan ini agar unsur esoteris dan eksoteris pusaka terjaga,” terang Volta.(der)