Lembaga Pendidikan Berbasis Keagamaan di Batu Diterpa Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

Kepala SMA Al Izzah, Adnan Yakub (kiri) didampingi Bagian Kesiswaan, Muhammad Syaifudin menjelaskan perkara perundungan dan pelecehan seksual. (Istimewa)

MALANGVOICE – Sekolah Al-Izzah salah satu lembaga pendidikan berkonsep boarding school di Kota Batu diterpa isu miring. Dugaan kasus perundungan dan kekerasan seksual menimpa salah satu siswanya. Perlakuan semacam itu diketahui telah diterimanya cukup panjang.

Wali murid siswa berinisial DD mengaku perundungan dan pelecehan seksual diterima putranya selama berada di Al Izzah. Perbuatan itu dilakukan sesama siswa yang mengenyam pembelajaran di lembaga pendidikan berbasis agama itu.

Selaku orang tua, dirinya merasakan ada perbedaan pada kepribadian buah hatinya. Ia mengatakan, sejak kejadian itu, putranya lebih cenderung menyendiri. Jauh berbeda dibanding sebelumnya yang mudah berinteraksi dengan orang di lingkungan dekatnya.

Merasa heran ada yang berubah pada putranya, DD secara perlahan mengajak berkomunikasi agar putranya terbuka menceritakan apa yang dialaminya. Usut punya usut ternyata putranya menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan teman sebangkunya.

“Akhirnya, saya menarik keluar anak saya dari sekolah itu. Ini demi melindungi agar perkembangan mentalnya tak terganggu,” ucap DD.

Kepala SMA Al Izzah, Adnan Yakub didampingi Muhammad Syaifudin selaku Kabag Kesiswaan menjelaskan, perihal tersebut diselesaikan secara kekeluargaan oleh dua belah pihak.

Pengurus ponpes beranggapan persoalan ini sebagai ujian bagi kedua orang tua peserta didik. Sehingga menghindari istilah korban dan pelaku.

“Bagi kami tidak ada korban atau pelaku. Namun ini ujian bagi kedua orang tuanya. Kedua orang tua sudah dipertemukan pada Agustus lalu dan sepakat menempuh jalur kekeluargaan,” kata Yakub.

Yakub menerangkan persoalan itu terjadi saat keduanya duduk di bangku kelas X pada Oktober 2020 lalu. Namun si anak yang mendapat perlakuan tak senonoh dari temannya baru membuka suara pada Juli 2021.

“Memang ada salah satu siswa yang mengalami disorientasi seksual. Tapi tidak sampai pada yang menerobos norma Dia hanya menyentuh bagian tubuh saja,” ucap dia.

Si pelaku juga menerima sanksi berupa SP 2 yang dijatuhkan pihak pengurus ponpes. Menurut Yakub, pihaknya bertindak bijak karena hal ini menyangkut pada anak.

“Kami tidak ingin memvonis. Karena perlu didalami dulu melalui asesmen. Bisa jadi ini terbawa dari pergaulan di lingkungan sebelumnya,” urai dia.

Menurutnya, yang bersangkutan akan dikeluarkan jika kembali kedapatan melakukan hal serupa. “Pastinya ada aturan tegas dari kami. Apalagi ini menyangkut ponpes yang notabene berbasis Islam,” imbuh Yakub.

Lebih lanjut ia mengatakan, pihaknya memberikan bimbingan konseling melalui psikolog ponpes kepada anak tersebut. “Ya berupaya agar hal ini tidak terjadi pada anak lainnya. Yang pasti kami memberikan pengawasan ekstra,” ucapnya.(der)