Lapora: Kampanye Negatif Bisa Ganggu Elektabilitas Paslon

Survei Pilwali Kota Batu

Hasil Survei Laboratorium Politik dan Rekayasa Kebijakan (Lapora) Fisip Universitas Brawijaya.(miski)
Hasil Survei Laboratorium Politik dan Rekayasa Kebijakan (Lapora) Fisip Universitas Brawijaya.(miski)

MALANGVOICE – Elektabilitas Pasangan Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Batu, bisa merosot apabila kerap dihadapkan dengan kampanye negatif.

Peneliti Lapora Fisip Universitas Brawijaya, Wawan Sobari, menyebut, kampanye negatif bisa berupa skandal pribadi maupun publik. Kampanye negatif berbeda dengan kampanye hitam.

“Skandal pribadi seperti kasus Bupati Katingan dan skandal publik seperti yang dialami Bupati Klaten. Ini akan berpengaruh drastis apabila Paslon di Pilwali Batu mengalami demikian,” kata dia, saat rilis hasil survei elektabilitas Pilwali Kota Batu, Jumat (20/1).

Baca juga: Elektabilitas Dewanti-Punjul Tinggi, Majid-Kasmuri Terendah

Baca juga: Elektabilitas Dewanti-Punjul Tinggi, Lapora: Bukti Mesin Partai Bekerja

Baca juga: Lapora: Politik Uang Tak Efektif di Pilwali Batu

Dari keempat Paslon yang bersaing di Pilwali Batu, nomor urut 2 memiliki elektabilitas tertinggi, yakni 63,0 persen, disusul Paslon nomor 3 dengan 12,5 persen, nomor 1 sebanyak 8,5 persen dan nomor 4 dengan 6,8 persen. Sebanyak, 9,2 persen memilih belum menentukan jawaban.

Sejumlah kasus dugaan korupsi di era pemerintahan Eddy Rumpoko-Punjul Santoso pun dicuatkan. Di antaranya dugaan kasus tanah Balai Kota Among Tani, tersebarnya dugaan rekaman penarikan pungutan ke Kepala SKPD untuk menyogok anggota BPK yang dikoordinir Wakil Wali Kota, Punjul Santoso serta kasus lainnya.

“Kalau masih dalam proses penyelidikan tidak terlalu berpengaruh, kecuali kena OTT atau diciduk KPK. Otomatis Paslon yang ada kaitannya akan terkena imbasnya,” terang Wawan.

Selain itu, hadirnya botoh atau penjudi juga bisa mengganggu hasil akhir Pilwali Batu. Semisal, penjudi memilih menjagokan Paslon lain dibanding Paslon yang memiliki elektabilitas tinggi.

Namun, pihaknya tidak memiliki bukti cukup, tetapi di beberapa daerah yang menyelenggarakan Pilkada, peran penjudi amat besar.

“Kalau kampanye negatif sudah jelas dampaknya. Contohnya, elektabilitas Ahok-Djarot merosot setelah muncul kasus penistaan agama. Kami hanya sebatas mengira-ngira mana yang bisa menyebabkan angka 63 persen ini berubah,” jelasnya.

“Sebaliknya, apabila selama pemilu ini berjalan jujur dan adil serta tidak ada kekerasan. Sulit untuk merubah angka tersebut,” pungkasnya.