KPK Ungkap Fakta Motif Korupsi Bupati Malang

Bupati Malang, Rendra Kresna saat memberikan keterangan pada awak media. (Toski D)

MALANGVOICE – KPK mengungkap fakta sementara tentang motif korupsi yang menjerat Bupati Malang Rendra Kresna. Korupsi bupati dua periode itu diduga kuat untuk membayar hutang dana kampanyenya.

Ya, KPK resmi menetapkan status tersangka kepada Rendra Kresna dalam dua perkara sekaligus dalam konferensi persnya, Kamis sore (11/10). Selain Rendra, ada dua orang tersangka lain dari pihak swasta, yakni Ali Murtopo (AM) dan Eryk Armando Talla (EAT). Total dana korupsi yang diterima dalam bentuk suap atau gratifikasi itu sekitar Rp 7 miliar.

“KPK sangat menyesalkan masih terjadinya praktik korupsi yang dilakukan kepala daerah, terutama dalam kasus ini yang dilakukan untuk membayar utang atau pinjaman uang yang digunakan untuk kampanye di Pilkada,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih Jakarta, Kamis (11/10).

“Setelah Bupati menjabat dilakukan proses pengumpulan fee proyek di Pemkab Malang untuk kebutuhan pembayaran utang dana kampanye yang sudah dlkeluarkan sebelumnya,” imbuhnya.

Infografis (Ulum/MVoice)

Korupsi yang disasar Rendra dan pihak swasta ada di anggaran Dinas Pendidikan. Apalagi di OPD tersebut mendapat kucuran dana segar dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Bahkan nominalnya terus meningkat mulai Tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013.

“Dalam praktiknya, RK (Rendra Kresna) diduga bersama-sama dengan pihak swasta yang juga mantan tim sukses saat Pilkada tahun 2010 mengatur proses lelang pada pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement). Khususnya proyek pengadaan buku dan alat peraga pendidikan tingkat SD dan SMP,” urainya.

KPK juga menyoroti Rendra Kresna soal dugaan tidak pernah melaporkan penerimaan gratifikasi kepada KPK. Padahal ini telah diatur dalam Pasal 16 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Pasal 12 C UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kami ingatkan kembali kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri bahwa wajib patuh melaporkan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja sejak diterima. Karena jika tidak dilaporkan maka ada risiko pidana korupsi sebagaimana diatur di Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001,” sambung dia.

Sebaliknya, masih kata Saut, jika gratifikasi dilaporkan sebelum 30 hari kerja, maka bebas dari ancaman pidana.

“KPK akan terus mendalami dugaan penerimaan- penerimaan tersebut dalam proses penyidikan,” pungkasnya. (Der/Ulm)