Korban Demo Ricuh Didominasi Mahasiswa UMM, Rektor: Saya Belum Cek

Kericuhan sempat mewarnai aksi unjuk rasa mahasiswa Jilid II di depan gedung DPRD Kota Malang, Selasa lalu (24/9). (Aziz Ramadani MVoice)
Kericuhan sempat mewarnai aksi unjuk rasa mahasiswa Jilid II di depan gedung DPRD Kota Malang, Selasa lalu (24/9). (Aziz Ramadani MVoice)

MALANGVOICE – Kericuhan sempat mewarnai aksi unjuk rasa mahasiswa Jilid II di depan gedung DPRD Kota Malang, Selasa lalu (24/9). Dikabarkan ada 10 mahasiswa jadi korban kericuhan dengan aparat kepolisian tersebut.

Berdasarkan keterangan tertulis Aliansi Rakyat Demokrasi dan Front Rakyat Melawan Oligarki, ada 10 korban peserta aksi demonstrasi bertajuk ‘Hari Tani dan Tolak RUU Tidak Pro Rakyat’ tersebut. Berikut ini daftar nama, kampus dan luka yang dialami:

1. Aldy Surya Pratama (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang). Dipukul polisi di barisan depan sehingga pingsan dan dirawat di RS Lavalette.

2. Eky (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang). Berdarah di bagian kepala.

3. Zidan Usman (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang). Dipukul polisi sebanyak 3 kali sehingga badan memar.

4. Zidan (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang). Terkena pukulan benda tumpul polisi dan terdapat luka dalam.

5. Rozaki (IMM FISIP UMM). Terkena cakaran polisi & tusukan di leher benda tumpul oleh polisi.

6. Angga Pratama (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang). Terkena pukulan dan terdapat luka dalam.

7. Afinda Marta (Mahasiswi UIN Malang). Dorongan dada tersesak sehingga pingsan.

8. Fadli (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang). Terkena water cannon di bagian mata.

9. Faad (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang). Terkena water canon di bagian mata.

10. Rayyan (Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang). Terkena lemparan batu yang menyebabkan dadanya memar.

Kordinator Lapangan (Korlap) Front Rakyat Melawan Oligarki Al Ghozali mengatakan, korban peserta aksi alami kekerasan akibat represi pihak kepolisian. Padahal mahasiswa demonstran hanya ingin memasuki gedung DPRD Kota Malang dan berkomitmen tidak ada aksi anarkis. Jumlah korban, menurutnya tidak menutup kemungkinan bertambah.

“Masih belum fix, masih ada yang diperbarui Mas,” kata Al Ghozali dihubungi MVoice, Rabu (25/9).

Terpisah, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Fauzan belum bisa berkomentar banyak tentang informasi jatuhnya korban dari mahasiswanya.

“Saya belum cek Mas,” kata Fauzan melalui pesan singkat.

Berikut ini kronologis kericuhan versi Aliansi Rakyat Demokrasi dan Front Rakyat Melawan Oligarki;

Sebelumnya, pukul 11.15 Pihak DPRD keluar gedung untuk menemui massa aksi berjumlah 6-7 orang dan berjanji akan menyampaikan tuntutan aliansi ke DPR-RI.

Pukul 11.30 Mahasiswa melakukan negosiasi dengan Ketua DPRD untuk dipersilahkan masuk ke Gedung DPRD.

Negosiasi pertama gagal. Pada negosiasi kedua, negosiator sempat dipersilahkan Polisi di pintu gerbang untuk memasuki gedung DPRD, asalkan ada penanggung jawab jika ada kerusakan.

Perwakilan mahasiswa kemudian menyetujui dan membangun komitmen dengan massa aksi bahwa massa aksi ketika masuk tidak akan melakukan perusakan, pelemparan, dll. Jika ada perusakan, itu berarti di luar kooordinasi, dan massa aksi akan menyerahkan oknum perusakan langsung kepada kepolisian.
Namun, ketika kembali ke pintu gerbang, polisi menahan massa aksi dan mempersilahkan massa aksi bernegosiasi dengan Ketua DPRD.

Pukul 12.10, 10 Perwakilan massa aksi masuk dan melobi Ketua DPR dan didampingi Kepolisian. Ketua DPRD dan Kepolisian berargumen bahwa kehendak mahasiswa tidak ada artinya. Negosiator menimpali bahwa:

“Hal itu sebagai upaya meyakinkan kawan-kawan di Jakarta agar berhasil masuk Gedung DPR RI di Senayan dan membatalkan seluruh rencana Pengesahan RUU tidak Pro Rakyat yang hingga detik ini dikebut oleh DPR. Tanpa pendudukan, tidak ada reformasi. Tidak ada hidup yang lebih bebas dari rezim otoriter Orde Baru.”

Namun, Ketua DPRD tetap menolaknya. Mahasiswa memberitahukan kepada Ketua DPRD agar dipersilahkan di halaman DPRD, tidak masuk gedung dan tidak akan merusak.

Pukul 12.24, negosiasiator keluar dari kantor dan memberitahukan bahwa permintaan itu tidak dikabulkan.

Pukul 12.28, negosiasi buntu, mahasiswa memaksa masuk gedung sehingga terjadi represi terhadap massa aksi.

Pukul 12.51 salah satu bagian pagar utama rusak, dan polisi mulai
memukuli mahasiswa di baris terdepan.

pukul 13.00 Polisi menembakkan water canon sebanyak 7 kali ke arah mahasiswa.

Pukul 13.09 massa mundur, beberapa dari mahasiswa terluka dan
terdapat 1 orang mahasiswa UMM yang ditahan pihak kepolisian.

Pukul 13.21 massa aksi dikondisikan di depan Balaikota.

Pukul 13.47 konsolidasi di internal aliansi.

Pukul 14.42 pernyataan sikap dari aliansi dan massa dibubarkan. (Hmz/Ulm)