MALANGVOICE – Jika berkunjung ke Hotel Tugu Malang saat ini, Anda akan mendapatkan sajian istimewa. Terpampang besar di dinding Melati Resto, sebuah kain merah menyala berhias bordir bergambar dua naga warna emas saling berhadapan. Di sisi lain, terdapat kain sejenis bergambar burung merak sedang berdiri sendiri.
Sepintas, tidak ada yang berbeda dengan pajangan dinding tersebut. Hanya sebatas karya seni bertema oriental yang dipajang untuk menyambut Imlek. Namun yang membuat luar biasa adalah, dua karya seni tersebut usianya sudah lebih dari 100 tahun.
Jika dilihat lebih detil, pada kain tersebut terlihat beberapa sobekan karena termakan usia. Di beberapa sisi tampak benang-benang tisikan yang menunjukkan si empunya kain berusaha memperbaiki kerusakan agar tidak meluas.
Dua kain antik yang oleh Hotel Tugu Malang diberi kode blue blood antique itu hanya dipasang setahun sekali, bertepatan dengan perayaan Imlek.
Ornamen dinding tersebut menjadi pendamping dan spot foto favorit para tamu ketika mereka menunggu hidangan khusus babah peranakan yang disajikan Melati Resto.
Executive Assistant Manager Hotel Tugu Malang, Crescentia Harividyanti menceritakan, ada sedikit kisah yang disimpan oleh kain-kain tersebut.
“Kain itu adalah salah satu kumpulan benda antik dari keluarga Oei Tiong Ham, Raja Gula terkaya se-Asia Tenggara, yang luput dari penyitaan Pengadilan Ekonomi Semarang puluhan tahun silam,” cerita Cres pada MVoice.
Setelah meninggal, harta kekayaan Oei Tiong Ham dibagi tidak merata pada seluruh anggota keluarga. Saat itulah awal kehancuran dinasti Raja Gula, hingga pada akhirnya di tahun 1961, pemerintah menasionalisasi perusahaan Oei Tiong Ham melalui keputusan yang dikeluarkan Pengadilan Ekonomi Semarang dan diperkuat oleh Mahkamah Agung.
Selain kain, jejak Oei Tiong Ham yang lain juga ada di salah satu hotel bintang lima tersebut berupa lukisan Oei Hui Lan semasa masih muda. Oei Hui Lan sendiri adalah anak kedua dari istri pertama Oei Tiong Ham yang memiliki intelejensia tinggi sehingga .
Cres menceritakan, untuk merawat kain antik tersebut tidaklah mudah. Setelah dipajang, kain disimpan dengan cara digulung dan diberi pencahayaan khusus demi menjaga suhu agar tidak lembab dan mengundang jamur.
“Kain ini tidak pernah dicuci. Penggulungannya pun nggak langsung. Harus dilapisi dulu salah satunya dengan kain blacu. Dia harus diberdirikan. Cukup ribet, tetapi worth it demi menjaga barang antik ini agar tidak rusak,” kata dia.