September 1945. Kala itu di bawah langit pagi yang bersejarah, massa bergerombol di depan kantor Kempetai, Jalan Semeru 42 Malang (sekarang SMP Kristen), mendesak pasukan Jepang untuk meninggalkan gedung dan menyerahkan persenjataan mereka.
Tekanan itu berhasil. Kesatuan Kempetai bersedia meninggalkan gedung dan menyerahkan persenjataan kepada pimpinan BKR Malang. Upaya itu dilakukan untuk mengantisipasi beredarnya informasi bahwa persenjataan Jepang akan diserahkan kepada sekutu yang notabene akan dikuasai oleh Belanda yang sejak awal ingin mengambil kembali Indonesia sebagai tanah jajahan.
Pengambilalihan senjata tuntas dalam tiga hari, dilaksanakan Satuan Tugas yang terdiri dari Soebijanto, Moetakat Hoerip, Soesilo, Soegito, Soepardji, Soemeroe, Bowo, Soedjono, Sulam Samsun, Soegeng, dan Sochifudin. Para personel Jepang dibawa ke Lebakroto (Malang Selatan) dengan pengawalan ketat oleh BKR untuk dikarantina ringan sembari menanti kedatangan pasukan sekutu yang akan menangani mereka.
Selanjutnya, pengambilalihan persenjataan Angkatan Udara Jepang di pangkalan udara Bugis (sekarang Bandara Abd. Rahman Saleh). Waktu itu, pangkalan udara Bugis adalah pangkalan udara terbesar dan terkuat di Jawa Timur.
Setelah beberapa kali perundingan dicapai kata sepakat antara Pemerintah Daerah Republik Indonesia Malang dengan Pimpinan Pangkalan Udara Bugis untuk dilaksanakan penyerahan persenjataan Jepang yang disimpan di pangkalan udara Bugis.
Maka, diserahkanlah 64 pesawat terbang, 22 buah dapat dipakai, 12 buah sedang diperbaiki, dan 30 buah dalam keadaan rusak, serta generator pembangkit listrik, bom, dan granat yang tersimpan dalam peti-peti, amunisi dan senjata-senjata ringan. Para personel Jepang yang tinggal di situ dikirim ke Lebakroto, Malang Selatan.
Penanggung jawab pangkalan udara Bugis kemudian diserahkan kepada Soehoed yang saat itu menjabat Kepala Sekolah Penerbangan Menengah di Malang. Dengan ketetapan dari BKR Malang, Soehoed ditetapkan sebagai Kepala Pangkalan Udara Bugis. Kemudian, Pemerintah Pusat mengangkat Karmen, BKR Udara RI (mantan Daidanco Peta di Mojokerto) menggantikan Soehoed.
Langkah berikutnya adalah pelaksanaan pengambilalihan senjata di Pujon. Perundingan demi perundingan yang dilakukan BKR dengan Laksamana Angkatan laut Jepang di Pujon menghasilkan kata sepakat, persenjataan AL Jepang diserahkan secara damai.
Perundingan-perundingan untuk membahas pengambilalihan kekuasaan dari militer Jepang,dilakukan oleh Delegasi Indonesia yang terdiri dari: R.A.A. Sam (pejabat Residen Malang, ketua), Imam Soedjai (BKR, anggota), Iskandar Soelaiman (BKR, anggota), Hamid Rusdi (BKR, anggota), Soebijanto (BKR, anggota), Moetakat Hoerip (BKR, anggota), Bambang Soemadi (Kepolisian, anggota), Abdoerrachman (Kepolisian, anggota), dan Soesilo (pemuda, anggota). Delegasi pemerintah militer Jepang terdiri dari: Mayjen Iwabe (ketua), Laksamana Muda Isido (Kolonel Angkatan Udara), Katagiri Hishashi (Kolonel Angkatan Darat), dan seorang Kolonel Kempetai, serta seorang Juru Bahasa Mayor AL Wanatabe.(idur)