MALANGVOICE – Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji, menegaskan perlunya langkah nyata untuk mengatasi banjir. Penegasan itu ia sampaikan usai rapat evaluasi penanganan bencana di DPRD Kota Malang.
Bayu menilai banjir besar pada 4 Desember lalu tak boleh terulang. Salah satu usulannya adalah Program RT Berkelas bisa diarahkan untuk membangun fasilitas penanggulangan banjir, bukan sekadar memenuhi kebutuhan perlengkapan RT.
Dalam banjir tersebut, BPBD mencatat 39 titik terdampak. Tak ada korban jiwa, tapi luapan air setinggi 165 cm merusak banyak rumah dan kendaraan.
Bayu Rekso Aji: Retribusi Pasar Harus Masuk Era Digital, Tingkatkan PAD Cegah Kebocoran
Menurut politikus PKS itu, Program RT Berkelas yang diinisiasi Wali Kota Wahyu Hidayat dan Wakil Wali Kota Ali Muthohirin sebenarnya membuka peluang. Saat ini, usulan RT masih didominasi pengadaan kursi, meja, tenda, dan kebutuhan serupa.
“Daripada beli kursi dan meja, lebih baik dialihkan untuk penanggulangan banjir. Misalnya bangun sumur resapan atau perbaikan drainase,” kata Bayu, Selasa (9/12).
Program RT Berkelas digelontor dana sekitar Rp300 miliar dan mulai jalan pada 2026. Angka itu sudah dikunci bersama oleh eksekutif dan legislatif. Karena itu, Bayu meminta sebagian anggaran diarahkan untuk penanganan banjir jika program ini memang dianggap perlu dijalankan.
Ia menegaskan kebutuhan warga jauh lebih mendesak. Wilayah yang kerap tergenang seperti Purwantoro, Purwodadi, Tulusrejo, dan beberapa titik lain, menurutnya sudah menunggu langkah konkret.
Selain soal anggaran, Bayu juga menyoroti lemahnya penegakan Perda, khususnya terkait bangunan liar. Ia menyebut banyak kasus perizinan yang lolos atau bahkan menyusul setelah bangunan berdiri. Kondisi itu, katanya, memperparah aliran air.
“Kota Malang tidak butuh teori baru. Masalahnya sudah jelas. Yang dibutuhkan penegakan aturan yang tegas dan fokus anggaran pada penanganan banjir sebagai prioritas utama,” tegasnya.
Bayu menyebut banjir 4 Desember sebagai alarm keras yang semestinya jadi titik balik. “Kota ini tidak boleh terus tenggelam dalam masalah yang sudah kita tahu sejak lima tahun lalu,” ujarnya.
Kabag Hukum Pemkot Malang, Suparno, mengakui penegakan Perda terkait bangunan liar di kawasan sungai masih belum berjalan. Meski koordinasi dengan BBWS Brantas dan Pemprov Jatim rutin dilakukan, belum ada satu pun tindakan yang benar-benar turun ke lapangan.
“Selama saya di sini, belum ada penegakan Perda,” ujar Suparno.
Ia menjelaskan, proses penindakan terkendala soal kewenangan dan pertimbangan sosial. Menurutnya, regulasi sudah ada dan seharusnya ditegakkan, namun pemerintah juga harus menghitung dampak sosialnya.
“Penegakan hukum tak bisa serta-merta tanpa melihat konsekuensinya,” kata Suparno.(der)