Ketersedian RTH di Kota Batu Minim, Kualitas Daya Dukung Lingkungan Tergerus

Alun-alun Kota Batu salah satu ruang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Batu. Pemkot Batu tak sanggup memenuhi 30 persen ketersediaan RTH karena keterbatasan luas lahan. (MG1/Malangvoice)

MALANGVOICE – Berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Batu membuat kualitas udara di Kota Batu semakin menurun. Kesejukan udara tak lagi dirasakan dengan adanya eskalasi pembangunan yang eksploitatif.

Hal itu membuat luasan ruang terbuka hijau sebagai daya dukung lingkungan yang berfungsi menyerap polutan dan area resapan air menyusut. Dari tahun ke tahun daya dukung ekologi mengalami dekonstruksi yang disebabkan konversi lahan hijau beralih sebagai kawasan terbangun.

Direktur Nawakalam Gemulo, Aris Faudzin mengatakan banyak kawasan di Kota Batu yang dulunya rimbun kini beralih menggusur jalur-jalur hijau. Ketersedian RTH di Kota Batu pun masih jauh di bawah 30 persen dari total luas wilayah seperti yang diamanatkan dalam UU nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Dari 30 persen tersebut, sebesar 20 persen RTH publik dan 10 persennya privat.

Aris mengatakan merosotnya jumlah RTH digerus oleh meningkatnya aktivitas pembangunan gedung bangunan tanpa kendali regulasi yang ketat. Sehingga berdampak pada hilangnya kesejukan udara di Kota Batu.

“Memang perlu ditambah, karena kawasan ini dulunya dikenal dengan kesejukan udaranya,” ujar pegiat lingkungan tersebut.

Ia pun berharap perlu ada penambahan RTH. Selain persoalan kuantitas, RTH tidak merusak atau merubah alih fungsi kawasan lindung. Ia mencontohkan, salah satunya wacana pembangunan RTH di kawasan sumber mata air Gemulo yang akan merusak area resapan air jika pembangunan itu direalisasikan.

“Memastikan bahwa RTH tidak merusak kawasan yang terlebih dulu ditetapkan sebagai kawasan lindung. Sangat riskan karena sebagai area resapan air tentu riskan,” terang dia.

Menanggapi hal itu, Kepala DLH Kota Batu, Aries Setyawan mengakui saat ini ketersedian RTH 12 persen, baik RTH publik maupun privat. Pihaknya berupaya agar masyarakat hingga pelaku usaha menyediakan ruang terbuka.

“Itu konsep kami untuk mengoptimalkan ketersedian lahan yang ada baik lahan publik maupun privat,” timpal Aries.

Ia menjelaskan, bukan hal mudah untuk memenuhi 30 persen RTH seperti yang diamanatkan dengan undang-undang. Karena keterbatasan lahan untuk membangun RTH. Sehingga menyulitkan seluruh pemerintah daerah, termasuk Kota Batu untuk memenuhi 30 persen ketersediaan RTH.

“Untuk memenuhi itu kita harus membangun taman yang banyak. Sedangkan ketersediaan lahan sangat terbatas. Kami berupaya, solusinya memanfaatkan lahan privat maupun publik yang ada secara optimal,” papar dia.(der)