Kesemek ‘Glowing’ Harganya 4 Kali Lipat Jadi Sumber Ekonomi Utama bagi Masyarakat Tulungrejo Kota Batu

Tampilan kesemek glowing yang dikembangkan petani muda dari Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu (MG1/Malangvoice)

MALANGVOICE – Buah kesemek memang sudah ditanam berpuluh-puluh tahun di Kota Batu. Hanya saja tanaman dari marga Diospyros ini masih dijadikan sebagai tumpang sari atau pelengkap, bukan komoditas utama.

Buah yang memiliki sebutan nama lain buah kaki ini banyak tumbuh di Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, Bumiaji, Kota Batu. Dengan ketinggian 1200 mdpl sangat potensial tanaman ini tumbuh subur di Dusun Junggo.

Di tangan pemuda Desa Tulungrejo, Sudarmono, buah ini ditumbuhkembangkan. Dari yang semula hanya tanaman pelengkap, kini menjadi sumber utama penghasil ekonomi.

Selama tujuh tahun dia bereksperimen agar buah kesemek memiliki rona yang mengkilap, ukurannya juga cukup besar dan rasanya manis. Karena itu kesemek yang dihasilkan Sudarmono ini diberi julukan kesemek glowing.

“Kami pelajari selama tujuh tahun ini, akhirnya kesemek bisa menarik perhatian pasar luar daerah. Bahkan harganya naik lebih 4 kali lipat karena tampilannya lebih bersih, higienis dan mengkilap,” ujar Momon sapaan akrabnya.

Momon, demikian panggilan akrabnya, menggunakan komposisi bahan makanan untuk membuat kesemek glowing. Cara itu ia klaim sangat efektif menghilangkan getah dan membuat buah terlihat bersinar.

“Butuh waktu tujuh tahun untuk menemukan ramuan membuat kesemek glowing. Prosesnya memang direndam, tapi ada campuran bahan makanan yang tidak bisa saya jelaskan di sini,” ujar Momon.

Apa yang ia hasilkan saat ini bukan tanpa kegagalan. Sebelum akhirnya menemukan ramuan yang betul-betul pas, Momoh berulang kali menjumpai kegagalan.

“Salah satunya, buahnya tidak bisa tahan lama. Dua hari saja sudah membusuk. Nah, kalau yang ini, jika di daerah dingin bisa bertahan dua minggu. Kalau daerah panas, semingguan,” kata Momon.

Menurutnya, buah kesemek harus memiliki getah yang harus dinetralkan. Biasanya dengan merendam kesemek ke air kapur. Diceritakan Momon, kebiasaan merendam di air kapur adalah kebiasan orang Belanda.

“Saat itu, orang Belanda sedang membangun rumah dan menggunakan air kapur sebagai campuran. Ada buah kesemek yang jatuh ke situ, tidak lama kemudian diambil lalu dikonsumsi. Ternyata manis dan disukai, dari situlah berawal kebiasaan menggunakan air kapur,” terangnya.

Momon menuturkan, usaha membudidayakan tanaman kesemek sudah dilakukan keluarganya sejak lama. Untuk saat ini kesemek produksinya sudah merambah swalayan dengan tujuan Jakarta, Surabaya dan kota-kota besar di Indonesia.

Setiap minggu dia mengaku bisa mengirim hingga dua ton. Untuk harga ia menjual mulai dari Rp20 ribu-25 ribu per kilonya berisi 5-6 buah kategori grade A dan Rp12 ribu-15 ribu berisi 7-9 buah untuk grade B.

“Sebenarnya kesemek memiliki potensi ke pasar luar negeri. Tapi sayang masih minim produksinya dan perlu peningkatan kualitas lagi. Dengan potensi yang ada ini kami berharap ada perhatian khusus dari Pemkot Batu untuk memberikan pendampingan agar petani asal Junggo bisa mengirim ke luar negeri seperti Singapura,” terangnya.

Ia juga menambahkan ada beberapa kendala lain kenapa produksi kesemek sangat terbatas. Diketahui bahwa buah kesemek hanya dimiliki beberapa petani. Dengan satu petani hanya memiliki 1 sampai 20 pohon paling banyak dengan panen hanya bisa dilakukan pada bulan Mei–Juli.

“Sebelumnya kesemek glowing ini pernah saya kirim ke Bu Wali. Karena rasa dan tampilan yang menarik, Bu Wali kembali pesan 60 kilogram untuk dikirim ke Bu Mega dan dikenalkan sebagai ikon baru Kota Batu,” lanjut dia.

Sementara itu Kades Tulungrejo Suliono menambahkan bahwa desanya memiliki banyak potensi untuk dikembangkan, mulai sektor pariwisata hingga pertanian.

“Banyak potensi yang bisa dieksplore di Desa Tulungrejo selain sektor pariwisata, yaitu sektor pertanian. Yang terbaru dan mampu menembus pasar luar daerah adalah kesemek glowing,” seru Suliyono.

Dengan adanya potensi tersebut, diharapkan kesemek glowing menjadi ikon buah baru asal Tulungrejo selain apel sehingga mampu benar-benar mewujudkan daerah agrowisata.

“Dari pihak desa akan mendukung total terobosan para petani. Kami akan promosikan buah ini dalam setiap agenda seperti rapat. Apalagi buah ini juga bisa diolah kembali menjadi jenang kesemek,” terang dia.

Ia berharap dengan adanya terobosan baru yang sangat menjanjikan ini tak hanya mampu meningkatkan dan memberdayakan warganya. “Tapi juga ada pendampingan dan bantuan promosi dari semua kalangan,” pungkasnya.(end)