Kasus Dugaan Penyimpangan Pembiayaan Chaneling BNI Syariah Memasuki Persidangan

Suasana sidang Kasus Dugaan Penyimpangan Pembiayaan Chaneling BNI Syariah. (Mvoice/Humas Kejari Kota Malang).

MALANGVOICE – Kasus dugaan tindak pidana korupsi, penyimpangan pembiayaan Chaneling PT Bank BNI Syariah, pada Puskopsyah Al Kamil Jatim Malang Tahun anggaran 2013-2017, dengan terdakwa RDC (51) memasuki persidangan.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Malang, Zuhandi, S.H., M.H melalui Kasi intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang, Eko Budisusanto mengatakan, kasus yang dilimpahkan pada Senin (7/3) lalu dari Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya, saat ini memasuki persidangan dengan agenda menghadirkan para saksi.

“Kemarin (Selasa 17/05/2022) sidang pemanggilan para saksi digelar, ada delapan saksi yang akan dihadirkan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Malang,” ucapnya.

Pria yang juga Humas Kejari Kota Malang menjelaskan, kasus dugaan Tipikor ini, terjadi pada Januari tahun 2009 silam.

Saat itu, dibentuklah Pusat Koperasi Syariah Aliansi Lembaga Keuangan Mikro Islam Jawa Timur (Puspokapsyah Al Kamil Jatim).

Namun, tahun 2009, berdasarkan kesepakatan para pendiri termasuk terdakwa, sepakat membubarkan koperasi karena tidak ada kegiatan yang dilaksanakan.

Setelah dua tahun pembubaran, terdakwa menggunakan surat legalitas yang telah dibubarkan, dan menghidupkan kembali dengan menunjuk kepengurusan baru secara lisan tanpa melalui Rapat Anggota.

Selanjutnya, pada tahun 2013, terdakwa mengajukan pembiayaan kepada kepada Bank BNI Syariah dengan tujuan untuk perkuatan modal Puspokapsyah Al Kamil Jatim sebesar Rp150.000.000.000 (seratus lima puluh miliar rupiah).

“Terdakwa ini memposisikan dirinya sebagai dewan pendiri dan key person pengurus serta personal guarantee Puspokapsyah Al Kamil Jatim dalam pengajuan pembiayaan ke BNI Syariah, dan ditindaklanjuti dengan melakukan analisa yang dilakukan oleh Unit Usaha Menengah dalam bentuk Memorandum Analisa Pembiayaan Besar (MAPB) yang menyetujui untuk memberikan pembiayaan uncommitted-facility kerja sama penyaluran pembiayaan Puskopsyah Al Kamil dengan plafond maksimum sebesar Rp120.000.000.000 (seratus dua puluh miliar rupiah) untuk dua jenis fasilitas yaitu Modal Kerja TUS/KUR dan NON TUS,” jelasnya.

Menurut Eko, berdasarkan surat pengajuan pembiayaan ke BNI Syariah sebagian besar tidak ditandatangani oleh nama yang tercantum sebagai pengurus koperasi primer, dan dilakukan oleh terdakwa RDC atau orang lain atas perintah terdakwa.

“Ternyata, hampir seluruh koperasi primer tidak memiliki kantor, sebagian menyewa dan sebagian menempati ruang takmir masjid, tidak memiliki fix aset yang memadai dan tidak memiliki modal minimal Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) sebagaimana disyaratkan dalam pembiayaan dari Bank BNI Syariah. Tapi terdakwa memerintahkan kepada pengurus koperasi, untuk membuat laporan keuangan dan neraca seolah-olah memenuhi syarat sesuai ketentuan Bank BNI Syariah,” terangnya.

Pasca pencairan dari Bank BNI Syariah, lanjut Eko, terdapat penyimpangan pada proses penyaluran dana berupa pencairan pembiayaan kepada koperasi primer dan Puskopsyah Al Kamil yang seharusnya disalurkan secara syariah kepada end user, namun dikelola sendiri oleh Puskopsyah Al Kamil dengan dibuat MEMO pencairan sesuai perintah terdakwa RDC, untuk disalurkan antar koperasi/ outline lain dan hanya sebagiankecil yang disalurkan kepada end user (anggota operasi).

“Perbuatan terdakwa terhendus pada bulan Oktober 2015 dari hasil monitoring Bank BNI Syariah, yang anggotanya telah berada dikolektibilitas 5 (macet) dengan Baki Debit sebanyak Rp. Rp74.802.192.616 (tujuh puluh empat miliar delapan ratus dua juta seratus sembilan puluh dua ribu enam ratus rupiah),” bebernya.

Atas perbuatannya, terdakwa RDC didakwa dalam Dakwaan Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan UURI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair: Pasal 3 jo pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(end)