MALANGVOICE – Gabungan lintas organisasi mulai PWI, AJI, IJTI, dan PFI menggelar aksi damai unjuk rasa menolak Revisi UU Penyiaran di depan Gedung DPRD Kota Malang, Jumat (17/5).
Puluhan wartawan dari berbagai media massa ikut aksi yang diawali menggelar orasi di depan Balai Kota Malang. Mereka membawa poster dan alat peraga serta menggelar aksi teatrikal.
Para peserta aksi kemudian berjalan mundur menuju DPRD Kota Malang sebagai lambang kemunduran demokrasi di Indonesia.
Baca Juga: KPU Kota Malang Tunggu Hasil MK Soal Penetapan Anggota DPRD Terpilih
PPK Pilkada Serentak Dilantik, Mayoritas Wajah Baru
Ketua AJI Malang, Benni Indo, mengatakan, penolakan ini sebagai bentuk perlawanan pers. Sebab, Revisi UU Penyiaran dinilai menyesatkan serta sebagai bentuk upaya pembungkaman.
“Seperti liputan investigasi itu harusnya didukung, bukan untuk dibungkam. Karena justru dari liputan investigasi itulah muncul informasi yang justru mendidik publik. Tapi upaya DPR untuk membungkam ini saya rasa tidak relevan dan justru mengkhianati demokrasi, mengkhianati reformasi,” kata Benny.
Larangan penayangan eksklusif konten investigasi membatasi kebebasan pers dalam pasal 50B ayat satu dan dua disebutkan adanya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
“Selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran, Standar Isi Siaran (SIS) memuat larangan mengenai penayangan eksklusif jurnalistik investigasi,” demikian isi pasal tersebut.
Dalam hal jurnalistik investigasi yang disiarkan dibatasi dengan keharusan mematuhi UU penyiaran dan turunan dalam P3 SIS. Pelarangan dijelaskan secara spesifik pada investigasi dengan seleksi melalui KPI.
“Investigasi adalah roh dari jurnalisme. Pelarangan penayangan eksklusif konten investigasi sama dengan membatasi kebebasan pers,” ujar Ketua AJI Malang, Benni Indo.
Kata Ketua PWI Malang Raya, Cahyono mengatakan, pers sebagai salah satu pilar demokrasi tidak boleh dibatasi. Pembatasan pers sama dengan pengekangan demokrasi. Pemerintah seharusnya membuat Undang-undang untuk mengatasi tantangan jurnalisme dalam rang digital tanpa mengancam kebebasan berkekspresi.
“Aksi damai ini menjadi sikap kita bahwa kita tegas menolak RUU Penyiaran. Gabungan lintas organisasi menjadi satu kekuatan, kami meminta jaminan kebebasan pers. Kebebasan pers adalah kontrol demi hal yang lebih baik,” kata Ketua PWI Malang Raya, Cahyono.
Pasal lain yang menjadi kontroversi adalah pasal 50B ayat dua huruf k. Bahwa pasal SOB ayat dua tersebut memiliki banyak tafsir, terlebih adanya pasal penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal yang ambigu ini berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis.
“Nantinya kita akan mengirim surat rekomendasi kepada DPRD se Malang Raya. Agar rekomendasi itu diteruskan ke DPR RI,” tutur Ketua IJTI Malang Raya, Moch Tiawan.(der)