Jembatan DAU Ambrol, Pro-Desa Duga Ada yang Tak Beres dalam Tender

Koordinator Badan pekerja LSM Pro-Desa, Achmad Khoesairi. (Istimewa).
Koordinator Badan pekerja LSM Pro-Desa, Achmad Khoesairi. (Istimewa).

MALANGVOICE – Jembatan Ambrol yang masih berusia beberapa bulan di dusun Krajan, Desa Gadingkulon, Dau ini masih menimbulkan pertanyaan berbagai kalangan.

Pasalnya, pembangunan jembatan yang menggunakan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Malang tahun anggaran 2019, dengan nilai pagu sebesar Rp.700.000.000,00,-, dengan nilai nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) proyek sebesar Rp.699.990.386,23,- melalui proses pemilihan penyedia barang dan jasa atau yang lebih dikenal dengan proses lelang atau tender.

Pagu pembangunan jembatan tersebut, akhirnya ditawar oleh CV Wahyu Sarana dengan nilai penawaran sebesar Rp.486.914.496,08,-. CV Wahyu Sarana akhirnya berhasil menyisihkan 64 rekanan, namun dengan penawaran termurah tidak menjamin kualitas pembangunan jembatan dipertanyakan.

Akan tetapi, jika merujuk pada Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 dan perubahannya Perpres No 70 tahun 2012, menyatakan bahwa pemenang lelang adalah penawaran terendah responsif yang memenuhi syarat.

Kondisi Jembatan yang ambrol. (Istimewa)
Kondisi Jembatan yang ambrol. (Istimewa)

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Badan pekerja LSM Pro-Desa, Achmad Khoesairi mengatakan, dengan adanya kejadian ambrolnya Jembatan tersebut, akibat diterjang banjir bandang yang membawa material berupa lumpur.

Ia menjelaskan pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang harus bertanggung jawab, karena Unit Layanan Pengadaan (ULP) telah memenangkan rekanan yang telah melakukan penawaran terendah.

“Seharusnya UPL dan PPK bisa tidak memenangkan penawaran tersebut. Karena penawaran dengan nilai 30 persen dibawah HPS. Dengan begitu pengerjaan jembatan tersebut, diduga ada pengurangan spesifikasi teknis,” ungkapnya.

Dengan begitu, lanjut Khoesairi, jika penawarannya 30 persen dibawah HPS menimbulkan pertanyaan apakah penawaran ini memenuhi syarat, atau juga penawaran dapat dipertanggungjawabkan.

Dikatakan pula, dalam pelaksanaannya nanti dapat diselesaikan sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam dokumen kontrak, ataukah juga memang HPS-nya terlalu tinggi dari standar harga yang berlaku di pasaran.

“Jika memang terjadi dan dilakukan berarti ada indikasi mark up HPS,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) Pemkab Malang, Irianto mengatakan, sebenarnya dirinya kurang mengetahui secara detail permasalahan ini.

“Yang paham Kabid Pemeliharaan, Suwiknyo. Dia kan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Jembatan itu,” tegasnya.

Sekedar informasi, Kabid Pemeliharaan, Suwiknyo, yang juga sebagai PPK Proyek Jembatan Dau tersebut telah di panggil pihak kepolisian untuk dimintai keterangan.

Hingga saat ini, pengusutan kasus ambrolnya Jembatan tersebut masih terus berlanjut. Pihak kepolisian tengah mengusut persoalan harga tawar proyek pembangunan jembatan yang di bawah harga perkiraan sendiri (HPS) serta dugaan-dugaan lain. (Hmz/Aka/MG2)