Jadi Wisudawan Tertua di UB, Kakek 71 Tahun Masih Ingin Kuliah Lagi

Mochammad Istiadjid Edi Santoso tersenyum setelah diwisuda. (istimewa)

MALANGVOICE – Menuntut ilmu tidak mengenal batas usia. Kalimat itulah yang paling cocok menggambarkan semangat Prof Dr Dr dr Mochammad Istiadjid Edi Santoso, yang dinobatkan sebagai wisudawan tertua di Universitas Brawijaya (UB) Malang.

Meski usia menginjak 71 tahun, namun semangat belajar Edi bisa diadu dengan mahasiswa UB lainnya yang diwisuda pada Sabtu (30/9). Hal ini terbukti dari banyaknya gelar yang dia peroleh. Terhitung ada sembilan gelar yang dia sandang di bidang ilmu kedokteran dan ilmu hukum.

Dijelaskannya bahwa mendapat banyak gelar bukanlah tujuan utama dalam hidupnya. Tujuan utamanya adalah belajar demi mendapatkan ilmu dan wawasan yang selama ini diminatinya.

Menurutnya belajar itu menyenangkan dan tidak ada yang sulit asalkan bisa dijalani dengan ikhlas dan disiplin. Hobi belajar ternyata sudah dimilikinya sejak duduk di bangku sekolah rakyat atau Sekolah Dasar.

“Meskipun waktu kecil saya nakal sekali suka nyuri tebu dan main di sungai tapi saya selalu berprestasi di sekolah karena saya tidak pernah meninggalkan waktu belajar,” kata gubes UB tersebut.

Ketekunannya dalam belajar ternyata membuahkan hasil, ketika dia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dia meraih predikat pertama siswa terbaik tingkat kabupaten.

Selepas dari SMA dia ternyata diterima di perguruan tinggi ternama, antara lain Teknik Elektro ITB, FT ITS, FK UGM, dan FK Undip.Diantara banyak tawaran dia akhirnya menjatuhkan pilihan di FK UGM karena menurut dia lokasinya paling dekat dengan rumah di Klaten.

Selesai menempuh pendidikan di FK UGM pada tahun 1971. Di tahun 1980, kakek yang sudah mempunyai tiga cucu tersebut mengambil spesialisasi ilmu penyakit saraf atau neurologi.

Pada tahun 1984 hingga 1987 mengambil sesialisasi ilmu bedah saraf. Tidak puas sampai disitu pada tahun 2004, Istiadjid lulus dari doktor Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga pasca sarjana dan dua tahun kemudian meraih gelar Guru besar dari UB dengan bidang bedah saraf.

Pada saat pensiun di usia 70 tahun, dekan FK masih memberdayakannya untuk mengajar bidang filsafat (bioetika) dan ilmu hukum kedokteran atau kesehatan.

“Di sela sela kesibukkan saya mengajar saya menyempatkan untuk mengambil kuliah lagi di bidang magister ilmu hukum Unmer pada tahun 2008 dan mengambil gelar sarjana ilmu hukim dari Universitas Wisnu Wardhana pada tahun 2013. Saat itu kedua universitas tersebutlah yang mempunyai program ekstension,” katanya.

Lintas jurusan yang dia ambil bukanlah tanpa alasan. Prof Istiadjid mengatakan bahwa standar kompetensi seorang dokter ada tujuh area diantaranya etika moral medikolegal atau hukum kesehatan profesionalisme dan keselamatan pasien atau patient safety.

“Oleh karena itu saya ambil hukum. Makanya disertasi saya judulnya pertanggungjawaban perdata malpraktik dokter,” katanya.

Saat ini dia ingin ada anak-anaknya yang bisa mewarisi semangatnya dalam belajar. Dia berharap anak laki-lakinya yang nomer dua bisa melanjutkan kuliah hingga program doktor.

“Saya juga masih ingin belajar dan kuliah lagi jika fisik dan pikiran saya masih mendukung saya ingin kuliah filsafat. Bioetika itu cabang dari ilmu filsafat,” kata kakek yang mempunyai moto hidup life long learning ini.(Der/Yei)