Jadi Pelukis Profesional, Ini Dia Saran Seniman Handal Kota Batu!

Badrie di depan lukisannya yang berjudul Bantengan. (fathul)

MALANGVOICE – Menjadi profesional pasti diinginkan semua orang, bidang apa saja, termasuk pelukis. Apalagi saat ini pelukis sudah bisa dijadikan profesi yang bisa menghasilkan pundi-pundi yang tidak sedikit.

Badrie misalnya, pelukis kawakan asli Kota Batu ini sudah melanglang hingga luar negeri untuk memamerkan karya-karyanya, seperti Jepang dan Boston. Kerja keras selama 30 tahunnya terbayar sudah.

Ia membagikan tips bagi pelukis pemula agar bisa sukses mencari berkah di dunia seni rupa. “Intensitas itu penting, belajar terus menerus hingga menemukan bentuk,” ungkap Badrie memulai diskusinya.

Menurutnya, seorang pelukis sama dengan profesi lainnya. Semakin rajin bereksperimen, berlatih, maka karyanya akan semakin matang. Suatu saat, pelukis akan merasa sudah menemukan ‘gaya lukisan’ yang disukainya.

Tanpa kerja seni yang intens, lanjutnya, seorang pelukis hanya akan meniru lukisan orang lain. “Padahal lukisan paling bagus adalah lukisan yang paling personal,” tegas pria kelahiran 1961 ini.

Pengalamannya selama ini, berbagai macam lukisan bila bermakna sangat umum malah tidak banyak dihargai. Ada beberapa lukisan yang artinya sangat personal, terkhusus pelukisnya saja yang memahami, malah dihargai tinggi.

“Tapi untuk ke sana dibutuhkan kerja yang tidak mudah. Itu tadi, harus sering berlatih. Kalau sudah lama di dunia seni rupa, seorang seniman dapat merasakannya sendiri harus bagaimana,” ujarnya.

Bagi pelukis pemula yang tidak banyak biaya untuk membeli kanvas dan cat air, Badrie berpesan agar menggunakan teknik drawing. Cukup dengan kertas dan pensil warna, sebuah ide menakjubkan bisa dituangkan.

“Pameran lukis drawing juga saya pernah, karena tidak punya uang beli kanvas. Hasilnya tetap bagus. Hal ini bisa digunakan bagi pelukis yang masih belajar. Karena saya pernah juga memamerkan di Raos drawing saya,” imbuh ayah tujuh anak ini.

Dalam karyanya yang dipajang di Galeri Raos, Kota Batu, hingga 2 Januari ini, ia mengambil tema yang populer, tapi penuh kritik. Tema yang ia angkat sederhana, yaitu petani kubis.

Dalam karyanya ini, ada seorang petani di ladang kubis yang melihat kubisnya tersusun dari lembar-lembar koran. Itu menunjukkan arti, saat ini petani tidak bisa hanya sekedar menanam sebagaimana masa lalu.

Menanam sayuran di Kota Batu, kata alumni mahasiswa Jurusan Teater tapi nggak lulus ini, harus memikirkan tingkat penjualan, daya beli masyarakat, bahkan bisa bermakna politis bagi kebijakan pemerintah.

“Jadi saya menggambarkan berbagai hal yang harus dipahami petani kita dari sebuah koran. Karena sekarang pemberitaan pertanian itu bukan sekedar kubisnya, tapi ada hal lain di luar kubis, dari perekonomian sampai politik,” papar Badrie.

Selain itu, lukisannya berjudul Bantengan juga membawa kritik lain. Bantengan sebagai seni tradisi Kota Batu selalu diasosiasikan dengan mistis dan kesurupan, ia hadirkan lebih ‘damai’. Bantengan ia lukis di hamparan sawah, dengan beberapa burung bangau hinggap di atasnya.