Inovasi Manfaatkan 1,7 Hektare TKD Ampeldento Menjadi Wisata Edukasi

TKD Ampeldento yang akan disulap menjadi wisata (Achmad Sulchan An Nauri)

MALANGVOICE – Aparatur desa Ampeldento, Karangploso, Kabupaten Malang bakal meyulap TKD-nya menjadi wisata edukasi pertanian dan olahraga.

Namun, inovasi itu masih menemui ganjalan karena masih belum mendapat izin dari Bupati Kabupaten Malang karena proses Pilkada Serentak lalu. Selain itu juga ada beberapa warga yang mendukung namun masih mempertanyakan kejelasan legelaitas wisata tersebut karena jangka panjang sewa yang terbilang lama.

Potensi desa wisata Ampeldento itu akan digarap di tanah kas desa (TKD) yang memiliki luas 1,7 hektare. Nantinya di sana akan ada sekolah alam yang bekerja sama dengan Universitas Brawijaya Malang untuk mengedukasi pengunjung dan masyarakat tentang pertanian. Selain itu akan dibuat jogging track serta lapangan mini soccer yang bisa digunakan pengunjung dan masyarakat sekitar untuk berolahraga.

Ditambah lagi Desa Ampeldento tidak bergerak sendiri. Mereka akan bekerja sama dengan Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang untuk berkolaborasi membangun desa wisata ini. Pasalnya Desa Ampeldento dan Desa Ngijo letaknya bersebelahan, dan TKD masing-masing desa bisa diolah bersama, pada pihak Desa Ngijo akan menyediakan wisata pujasera khas desa.

“Ide ini muncul karena permasalahan sampah antar Desa Ngijo dan Desa Ampeldento yang tak kunjung selesai selama enam tahun,” jelas Sekertaris Desa Ampeldento, Iksan Faris Wibowo.

Mulanya Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Desa Ngijo yang berdempetan dengan Desa Ampeldento tepatnya Dusun Kasin sering mendapat dampak bau busuk dan pencemaran lingkungan dari TPS tersebut.

“Akhirnya kami bentuk wisata kolaborasi dan Desa Ngijo mau untuk memindahkan TPSnya untuk dirombak menjadi tempat wisata,” jelasnya.

Ide pembangunan serta penggarapannya ini diinisiasi dan akan dilakukan oleh oleh PT. Garda Bakti Karya yang memiliki Nendes Kombet (NK) Coffee yang memang lokasinya berdekatan dengan TKD tersebut dengan sistem sewa.

“Sewanya selama 15 tahun dan kami mendapat 15 persen dari penghasilannya nanti, ditambah lagi setelah 15 tahun berjalan aset wisata itu nantinya akan menjadi milik desa sepenuhnya,” beber Faris, sapaan akrabnya.

Saat ini sudah tersedia Jogging Track yang sudah dibangun oleh pihak NK Coffee. Faris mengaku banyak warga yang mengapresiasi pembangunan tersebut.

“Banyak ibu-ibu yang pada pagi hari melakukan senam di sana dan juga ada orang-orang yang memanfaatkan jogging track itu,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa ketika wisata itu rampung dibangun nantinya akan ada gedung untuk Bumdes Ampeldento, Polindes Ampeldento, serta Gedung khusus untuk ibu-ibu PKK Ampeldento.

Ketika membahas terkait legalitas pembangunan ia memastikan sudah lengkap. Ia mengaku pembangunan ini masih belum bisa berlanjut karena belum dapat tanda tangan Bupati Kabupaten Malang karena terhambat proses Pilkada Serentak lalu. Namun ia mengatakan bahwa Bupati sudah setuju dan tinggal tanda tangan saja.

Terkait beberapa pihak yang mempertanyakan legalitas, yang dimaksud adalah Ketua BPD Ampeldento, Nur Spriyanto, Faris mengaku heran. Karena ia mengatakan bahwa pada saat musdes Ketua BPD Ampeldento sudah menyetujui wisata ini dibangun. “Kita punya buktinya di notulensi dan berita acara yang dihadiri oleh Ketua BPD,” tegasnya.

Ditambah lagi terdapat warga yang melaporkan ke Kejaksaan Neger Kabupaten Malang terkait ketidakjelasan legalitas pembangunan wisata ini. Dalam hal ini Pemdes Ampeldento menyatakan bahwa laporan ini telah ditolak oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang. “Laporan itu ditolak oleh Kejari Kabupaten Malang,” tegas Faris.

Di lain pihak, Nur Spriyanto mengaku memang setuju jika ada pembangunan wisata di desanya. Namun, persetujuan itu hanyalah sebatas setuju yang belum menyangkit wilayah teknis perizinan. Dirinya kaget ketika mengetahui sudah ada sewa tiga tahun yang disetuju oleh pihak pengembang dan Pemdes Ampeldento.

“Ditambah lagi dalam pembangunan ini Bumdes Ampeldento tidak dilibatkan sehingga masyarakat tidak dapat terlibat dalam pembangunan ini,” jelasnya.

Ia mengatakan seharusnya pembangunan ini diserahkan penuh pada Bumdes Ampeldento mengenai penyertaan modal sipaya masyarakat bisa terlibat langsung dalam meningkatkan ekonomi desa.

“Ketika musdes memang saya setuju dan mayoritas warga juga setuju kalau ada pembangunan wisata di desa ini, namun teknisnya harus jelas dan sesuai prosedur,” jelasnya. Ia terkejut ketika diadakan pertemuan yang mengundang Pemdes Ampeldento dan Ngijo beserta Camat serta Direktur Bumdes Ampeldento dan Ngijo untuk menandatangani persetujuan sewa.

“Kami tidak mau, karena belum menemui kejelasan prosedur,” jelas Yanto sapaan akrabnya.

Ia mengatakan sewa selama 15 tahun itu masih belum diketahui besar rupiahnya berapa. Ditambah juga ia menilai ada kepentingan terselubung di sana.

“Ada jalan penghubung antar Desa Ampeldento dan Desa Ngijo yang saya kira itu adalah penghubung wisata tapi ternyata jalan umum,” tambahnya.

Dengan ini ia mencurigai jalan umum ini akan dijadikan kepentingan pihak tertentu. Ia berharap untuk Pemdes Ampeldento transparan mengenai legalitas dan mengajak BPD Ampeldento untuk membahas pembangunan ini dengan jelas.(der)