Ide Kreatif Atasi Limbah Popok Bayi, Dijadikan Kap Lampu

Ibu-ibu rumah tangga Tunjungsekar,Lowokwaru, Kota Malang saat membuat Kap Lampu dari Limbah Popok Bayi, (MG2).

MALANGVOICE – Inovasi kerajinan pembuatan kap lampu dengan bahan dasar limbah popok bayi yang dilakukan sejumlah Ibu rumah tangga asal Tunjungsekar, Lowokwaru. Inovasi itu merupakan ide kreatif membantu mengatasi permasalahan limbah di Kota Malang.

Dalam proses pengolahan puluhan limbah popok bayi mampu dikemas menjadi satu kap lampu. Hal itu bisa dianggap sebagai hal yang bagus untuk mengurangi limbah.

“Awalnya itu dulu kita gunakan popok ini menjadi pot bunga, tapi setiap pot hanya menggunakan dua popok saja. Sedangkan kalau popok yang kita ubah menjadi kap lampu ini, setiap produk lampu bisa menggunakan sekitar 50 popok. Jadi menurut saya penggunaan limbahnya semakin banyak dan itu bagus,” ungkap Ketua Koordinator Starlite, Devi Fitriani, Kamis (25/2).

Dari situ, dirinya mengatakan untuk kebutuhan popok sebagai bahan dasar pembuatan kap lampu ini dirasa sangat banyak. Dimana untuk satu karung popok itu sangat mudah dan cepat habis.

“Jadi satu karung itu gak kerasa, mas. Terus dari nilai jualnya sendiri menurut orang-orang memang ini bagus dan gak kelihatan kalau bahannya dari popok,” ujarnya.

Selain itu, Devi juga menjabarkan terkait proses pembuatan Kap Lampu dari limbah popok tersebut, secara rinci dikatakan untuk bagian luar popok di pilin satu persatu hingga menyerupai tali tebal dan kemudian akan ditempelkan ke kawat yang telah dibentuk sesuai dengan desain Kap Lampu.

“Jadi di plintir-plintir (diputar) mas satu persatu terus kita tempelkan. Makanya kita butuh banyak limbah popok ini untuk satu produk,” paparnya.

Tidak berhenti sampai di situ, Devi menunjukan beberapa bahan lain dari satu produk lampu hias itu menggunakan bahan-bahan yang juga merupakan limbah atau benda tidak terpakai.

“Bukan popok saja mas, kita juga pakai botol bekas untuk penopang lampunya dan bawahnya itu kita pakai kayu bekas mas. Apalagi di sekitar sini kan banyak produsen mabel, jadi kayu-kayu yang dibuang itu kita Ambil yang masih lebar buat bawahan lampu hias ini,” imbuhnya.

Sedangkan dari hasil kerajinan ini dibandrol dengan harga Rp 75 ribu hingga paling mahal mencapai Rp 150 ribu per lampu hias.

Dilanjutkan, untuk saat ini Devi bersama dengan empat ibu-ibu rumah tangga yang masih aktif untuk memproduksi lampu hias, terus berupaya mengembangkan inovasi-inovasi baru dari limbah popok bayi.

Dengan adanya kreatifitas yang dilakukan ini, pihaknya berharap kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk bisa mewadahi pemasaran dari produk yang telah dibuat.

Hal itu dikarenakan hingga saat ini penjualan lampu hias tersebut per bulan sekitar dua lampu hingga enam lampu dan hanya terjual disekitaran wilayahnya saja.

“Kami harap Pemkot Malang agar bisa memberi wadah kepada kami atau memberikan kesempatan kami di event-event UMKM lokal atau nasional agar kita bisa mempromosikan produk kami,” tandasnya.(der)