Hearing Mozaik 2019, Kaji Ulang Pasal UU ITE

Hearing Mozaik 2019. (Lisdya)
Hearing Mozaik 2019. (Lisdya)

MALANGVOICE – Seiring berkembangnya teknologi, masyarakat jaih lebih mudah dalam mengakses informasi dari berbagai sumber. Namun, dengan kecanggihan teknologi ternyata juga merubah pola hidup dan tingkah laku sosial manusia dalam bermasyarakat.

Ditambah, Indonesia kini memiliki undang-undang yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum, atau disebut dengan undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) nomor 11 tahun 2008.

Sayangnya, keberadaan UU ITE ini sering kali disalah artikan oleh sebagian masyarakat Indonesia, karena dianggap memiliki dampak yang merugikan dan hanya melindungi segelintir orang.

“Dengan munculnya UU ini justru menimbulkan problematika di masyarakat. UU ini dianggap sering menimbulkan kerancuan, mengingat jumlah pemakai teknologi informasi dari tahun ke tahun terus meningkat dan tuntutan hukum yang harus dinamis,” ujar Wakil Dekan II Fakultas Hukum UB, Aan Eko Widiarto, saat membuka Hearing Mozaik 2019 mengkaji penerapan dan penegakan produk hukum nasional di era digital guna optimalisasi peran mahasiswa di era milenial, Senin (30/9).

Menurut Aan, dalam pasal 27 ayat (3) undang-undang nomor 11 tahun 2008 ini mengacu pada dua hal, yakni pasal penghinaan dan pencemaran nama baik. Di mana seluruh elemen masyarakat bisa saja melapor untuk mendapatkan kehormatan mereka. Hanya saja, tak sedikit masyarakat yang justru me-kambing hitamkan pasal ini.

“Sebenarnya ini untuk melindungi individu mereka. Tetapi, justru banyak yang salah menafsirkan. Misal tajam ke A dan tumpul ke B,” jelasnya.

Untuk itu, dengan adanya Hearing Mozaik ini, dikatakan Aan adalah untuk mengkritisi lebih lanjut pasal-pasal dalam UU nomor 11 tahun 2008.

“Mahasiswa harus bergerak, mari bersama-sama kita diskusikan kekeliruan pasal ini yang sering dikriminalisasi oleh masyarakat,” pungkasnya.(Der/Aka)