Gebyar Bantengan Nuswantara ke 11, Sedot Perhatian Warga Kota Batu

Pertunjukan Gebyar Bantengan Nuswantara di depan di depan Rumah Dinas Wali Kota Batu Jalan Panglima Sudirman, Minggu (4/8). (Foto: Ayun/MVoice)
Pertunjukan Gebyar Bantengan Nuswantara di depan di depan Rumah Dinas Wali Kota Batu Jalan Panglima Sudirman, Minggu (4/8). (Foto: Ayun/MVoice)

MALANGVOICE – Gebyar Bantengan Nuswantara 2019 berhasil menyedot perhatian warga Kota Batu. Tampak ribuan penonton memadati di sepanjang jalanan, Minggu (4/8).

Festival Bantengan Nuswantara ke 11 ini merupakan acara tahunan. Di tahun ini ada sejumlah seratus peserta lebih dari berbagai daerah mengikuti kegiatan tersebut. Dari Malang Raya hingga luar pulau. Dan peserta paling jauh dari Batam.

Sebanyak seribu bantengan diarak dari Stadion Gelora Brantas menuju ke Jalan Agus Salim, Jalan Gajahmada, Jalan PB Sudirman dan finish di depan Rumah Dinas Wali Kota Batu Jalan Panglima Sudirman. Di sana menampilkan berbagai atraksi.

Mulai atraksi menari hingga ada atraksi debus yaitu memecahkan balok yang dipukulkan di kepala. Sontak aksi tersebut menjadi perhatian penonton. Ada yang berteriak, ada yang menutup mata, bahkan mereka tak ingin ketinggalan mengabadikan moment mengerikan tersebut.

Tak hanya itu saja puluhan peserta juga mengalami kesurupan. Tapi tidak dibiarkan begitu saja, keistimewaannya para peserta sebelumnya diruwat menggunakan air kembang tujuh rupa sebelum diberangkatkan. Ya, itu bertujuan agar kesenian Bantengan tetap lestari hingga beberapa tahun ke depan.

Wakil Wali Kota Batu, Punjul Santoso mengatakan adanya kegiatan seni seperti ini bisa membuat kesenian tersebut lebih dikenal banyak orang.

“Ya, sudah sangat bagus sekali. Terlebih ada wisatawa mancanegara yang turut menjadi peserta. Lebih menghargai para pegiat seni juga terutama di Kota Batu,” ujarnya kepada awak media.

Festival Bantengan Nuswantoro turut direspon Ketua Dewan Kesenian Kota Batu (DKKB) Fuad Dwiyono, menurutnya kesenian bantengan hanya sekadar hobi semata dan sekadar melakukan kewajiban saja.

Kemudian ia menilai seharusnya para pelaku seni ini mendapat arahan, supaya kesenian khas Kota Batu bisa dikemas elegan. Seperti halnya Reog Ponorogo dan Tari Kecak Bali yang menjadi seni pertunjukkan bertaraf Internasional.

“Sama-sama bentuk kesenian, harusnya ya bisa. Hanya saja mereka para pelaku seni Bantengan kurang diarahkan. Masih menonjolkan mistisnya dari pada estetika. Jikalau berjalan seimbang tentu akan bagus,” tutupnya.

Adanya hal itu, ia meminta ke Pemkot Batu supaya memperhatikan arah kesenian di Kota Batu. Misalnya dengan diadakannya seminar tentang pemahaman kesenian bantengan, work shop dan sebagainya.(Der/Aka)