Gali Karakteristik, Teguhkan Eksistensi Desa Wisata

MALANGVOICE – Daya tarik yang khas menjadi modal utama untuk menggeliatkan pertumbuhan desa wisata. Kehadiran desa wisata semacam itu berkorelasi erat dengan dampak perekonomian masyarakatnya.

Pengembangan potensi desa wisata lama digagas Disparta Kota Batu. Berbagai startegi dirancang agar menjadi magnet daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu. Lain ladang, lain belalang, adagium itulah menjadi dasar, pengembangan desa wisata harus didasari penguatan kultur yang berorientasi pada kearifan lokal.

Kepala Disparta Kota Batu, Arief As Siddiq mengatakan, desa-desa di Kota Batu memiliki potensi yang beragam. Bukan hanya menawarkan indahnya panorama alam yang memukau. Selain itu, tumbuh nilai-nilai tradisi kultural yang masih dilestarikan oleh masyarakatnya.

“Nilai-nilai tradisi ini harus dieksplorasi, digali sebagai daya tarik desa wisata,” kata Arief.

Tradisi nilai-nilai kultural itu memiliki karakter yang beragam antar desa. Beberapa diantaranya tradisi Ngudek Jenang di Desa Tulungrejo, Sembelih Kebo di Kelurahan Temas, Kuda Lumping dan Reog di Desa Gunungsari dan Punten. Sehingga pihaknya optimis suguhan itu bisa memacu pertumbuhan desa wisata.

“Nilai-nilai tradisi yang ada memiliki potensi wisata. Selain itu bagian dari upaya melestatikan kearifan lokal,” kata Arief.

Salah satu tradisi yang masih lestari hingga kini berada di Desa Tulungrejo, Bumiaji, Kota Batu. Seluruh warga bahu membahu lebur jadi satu dalam tradisi turun temurun yakni Ngudek Jenang. Dalam bahasa Indonesia memiliki arti mengaduk jenang.

Kepala Desa Tulungrejo, Suliyono mengatakan, tradisi ini sebagai bentuk rasa syukur serta mengajarkan nilai-nilai guyub rukun. Hal itu tergambarkan dari semangat gotong royong warga dalam mengolah jenang. Jenang yang sudah masak kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat.

Kudapan bertekstur lembut nan lengket itu memang lekat dengan masyarakat Jawa. Kudapan itu identik dengan setiap ritual perayaan. Jenang bukan hanya dipandang sebagai kudapan semata. Namun ada makna filosofis yang dikandung. Makanan khas itu menjadi simbol doa, harapan, persatuan dan semangat masyarakat Jawa.

Suliyono berharap, tradisi itu bisa menjadi daya tarik wisata sekaligus menjaganya agar tetap lestari.

“Jadi nantinya Ngudek Jenang juga mampu membawa budaya desa menjadi daya tarik wisata untuk mempromosikan pada dunia luar, sehingga bisa menarik para wisatawan untuk berkunjung ke Tulungrejo,” cetus dia.(der)