Dwi Cahyono Kagumi Masyarakat ‘Kampung Cempluk’

Sejarawan Dwi Cahyono saat mengisi sarasehan budaya kampung cempluk. (deny/malangvoice)

MALANGVOICE – Dwi Cahyono, arkeolog dan sejarawan di Malang mengatakan, terkagum pada kegiatan tahunan Kampung Cempluk.

Hal itu dikatakan saat Sarasehan Budaya Kampung Cempluk Tradisi Dalam Tradisi, Minggu (27/9), di Dusun Sumberejo, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.

Menurutnya, cempluk bermakna dua, bentuk dan pelita. Dari bentuk cempluk ia menggambarkan bulat dan pelita yang artinya penerang. “Dari yang paling gelap di sini jadi yang paling terang,” katanya.

Perkembangan ‘Kampung Cempluk’ di Desa Kalisongo itu baru di tahun 80-an saat jembatan dibangun. Setelah itu, baru mengubah daerah sekitar yang merupakan kawasan pertanian dan berkembang seperti sekarang.

“Di sini ada perumahan elit lho, semua berkembang pesat sejak dibangun jembatan,” tuturnya.

Dengan adanya ‘Kampung Cempluk Festival’ ini, menurutnya adalah lintas masa, kembali ke masa lalu tanpa listrik hanya menggunakan cempluk.

Pengajar pada jurusan sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang (UM), itu mengatakan even ke-6 tahun merupakan tahapan sukses sebuah pagelaran.

“Tahun ketiga adalah evaluasi, lanjut atau tidak, tahun keempat masuki masa aman, hingga kini tahun keenam artinya benar sukses. Ini luar biasa dan jadi tradisi,” tambahnya.

Dwi, juga memuji prestasi seluruh warga Desa Kalisongo yang tetap eksis hingga tahun ke-6 mengadakan ‘Kampung Cempluk Festival’, hingga tahun baru ada bantuan pemda setempat.

“Prestasi spiritnya, kegotong royongannya, periode awal dari kekuatan internal, dan bantuan dari Pemkab muncul pasca tahun kelima, moga-moga itu tidak berkaitan dengan pilkada,” tutupnya.-