Dukungan Rakyat Wajak dan Penculikan Dokter Soejoto di Rumah Sakit Turen

Sabar Sutopo

MALANGVOICE – Setelah konsolidasi, Malang dibumihanguskan, Komando Operasi Resimen mundur ke daerah Bululawang, lalu menuju Turen dan pemerintahan sipil bermarkas di kantor Kawedanan Turen. Semua jawatan yang ada bahu membahu dalam melakukan perang rakyat semesta, seperti Jawatan Perlengkapan yang berada di daerah Sumber Pucung bersama dengan Jawatan Perhubungan, , Jawatan Kesehatan berada di Suwaru, Gondanglegi. Mereka sangat berperan dalam membantu perang gerilya semesta Brigade IV. Namun, tidak semua personel ikut keluar dari Kota Malang. Untuk kepentingan siasat militer, beberapa personel di Kota Malang ditunjuk untuk bertugas menghimpun informasi dan bekerja pada instansi musuh.

Ketika agresi militer Belanda II, wilayah Dampit dan Semeru Selatan menjadi daerah pertahanan TNI, Komando Brigade IV, Komando TC, Staf SKI, dan pernerintahan semuanya berkumpul untuk sementara waktu di Semeru Selatan. Korban yang terluka dalam pertempuran sebagian besar dibawa ke Semeru Selatan. Tentu saja di sini kekurangan tenaga medis, khususnya tenaga dokter. Ada dokter Soedjono, tapi selaku komandan Brigade IV merangkap TC XVII Malang tugas itu menjadi sangat berat. Untuk Diperlukan kehadiran dokter lain kerena seringnya terjadi korban yang tidak tertolong.

Melewati pembicaraan panjang, akhirnya diputuskan untuk menjemput Mayor dr. Soejoto yang tertinggal di Turen, dokter Brigade yang bertugas di rumah sakit Turen yang telah dikuasai oleh Belanda. Pasukan yang diperintahkan untuk menjemput adalah PUS 18 (Pasukan Untung Suropati 18) dibantu pasukan Kompi Sabar Sutopo. Serangan ke Turen pun direncanakan.

Pembagian tugasnya adalah PUS 18 (Pasukan Untung Suropati 18) meneror pos-pos kecil di Talok, Sedayu agar pasukan Belanda tidak keluar dari posnya dan terus merayap ke Turen. Kompi Sabar Sutopo menyerang pos di Turen, Kedok, dan Codo serta harus berhasil menghancurkan jembatan Kedok. Dukungan rakyat dipimpin oleh Djokosuwadi, selaku kepala daerah otonom setingkat kecamatan di Purwantoro, dibantu petinggi Sonanherto, juga rakyat Wajak dengan jumlah ribuan mengadakan pengacauan di daerah Turen. Jembatan Lesti yang sedang diperbaiki oleh Belanda, rencananya akan diledakkan lagi, tetapi ternyata bahan peledak hilang. Rakyat berbondong merusak jembatan yang sedang diperbaiki sedapat-dapatnya, yaitu dengan membuang seluruh material berupa batu, bata, semen, kayu, dan besi ke dalam sungai.

Sebenarnya sejak tanggal 1 Februari 1949, Belanda yang saat itu berada di Sedayu dengan kekuatan dua kompi mengerahkan tenaganya untuk memperbaiki memperbaiki jembatan Kali Lesti maupun jalan-jalan yang telah dihancurkan oleh pasukan gerilya. Belanda berniat meluaskan mobilitas dengan tujuan menduduki Dampit dengan bantuan dari Krebet dan Malang, serta menjadikan Dampit sebagai pangkalan di daerah timur untuk memudahkan gerakan di daerah selatan dan melancarkan kepentingan perbekalannya. Mereka juga menyebarkan spionase untuk menyelidiki kekuatan pasukan gerilya, mengintai kondisi rakyat, melalui petugas khusus yang terhimpun dalam IVG.

Pasukan gerilya inti dapat memasuki Turen dan berhasil mendekati rumah sakit melalui pertempuran-pertempuran kecil. Belanda tidak berani ambil resiko meninggalkan pos-posnya. Kelompok kecil yang dipimpin Rachmat diikuti Kasdu, Sabar, dan Todjo berhasil menyusup ke kediaman dr. Soejoto. Dengan begitu sulit, rombongan dr. Soejoto, dr. Soepono, dan dua perawat beserta obat dan alat-alat kedokteran berhasil diambil dan dibawa ke luar Turen.

Alat-alat kedokteran dan obat-obatan bisa diambil karena sudah dipersiapkan oleh mereka yang menyamar sebagai tenaga-tenaga perawat, antara lain Ibu Prapti. Rombongan dr. Soejoto diangkut melewati desa Jambangan, Sumber Putih, lalu menyeberangi Kali Lesti menuju Sumbergadung dan sampai di Sumbergentong yang merupakan posisi komandan Brigade. Ternyata, pasukan Belanda tidak mengadakan pengejaran. (idur)