Dr Mahathir Mohamad: Pemimpin Hasil Korupsi Bikin Rakyat Menderita

MALANGVOICE – Sejarah peradaban manusia terus berkembang. Berawal dari satu perkampungan, ketika itu untuk memenuhi kebutuhannya, warga kampung tak perlu menyediakan simpanan untuk masa depan, lalu menjadi kota dan bandar, hingga membuat peradaban manusia menjadi sangat kompleks, di situ dibutuhkan pemimpin yang baik. Patut disesalkan bila dalam masyarakat modern, pemimpinnya hasil dari rasuah atau korupsi.

Mahathir1Demikian disampaikan mantan Perdana Menteri Malaysia, Dr Mahathir Mohamad, saat menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 17 Universitas Bung Karno (UBK), di Balai Kartini, Jakarta, semalam.

Hadir dalam orasi ilmiah yang bertema Membangun Kemandirian Ekonomi dan Pemerintahan Bersih itu, selain Pendiri UBK Rachmawati Soekarnoputri, juga ribuan civitas akademika UBK, serta sejumlah tokoh nasional, seperti Jenderal (Purn) Djoko Santoso, Fuad Bawazier, Ichsanuddin Noorsy, Akbar Tandjung, Otto Hasibuan, Lily Wahid, Sasmita Hadinegoro, dan Salamuddin Daeng.

Mahathir4Hadir juga Ketua Gerakan Ekayastra Unmada (Gerakan Semangat Satu Bangsa), AM Putut Prabantoro, dan Pimpinan Umum Kantor Berita Politik RMOL Teguh Santosa.

Karena jumlah penduduk semakin bertambah, sambung Mahathir, akhirnya dibentuklah pemerintahan yang bertugas menyelaraskan persoalan di masyarakat. Undang-undang diperlukan, agar tidak ada penindasan dan tidak ada masyarakat yang terzolimi.

UU bertujuan agar masyarakat tidak ditekan pihak manapun, dan tidak ada penindasan oleh si kaya kepada yang miskin. Karena itu, pemerintah diberi kuasa, bukan untuk memerintah, tapi untuk melayani masyarakat.

“Kita diingatkan sejarah berbagai macam pemeritahan berjalan. Raja berkuasa, lalu diciptakan sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, rakyat tak bisa memerintah diri mereka sendiri. Maka mereka memilih wakil-wakil untuk memerintah mereka,” jelas Mahathir.

Mahathir3

Mahathir mengingatkan, apabila korupsi telah menyerang masyarakat maka masyarakat itu tidak mungkin mencapai kesejahteraan. Dan apabila rakyat menerima sogokan dalam proses pemilihan, maka masyarakat sebenarnya akan kehilangan kekuasaan dan kebaikan demokrasi.

“Kalau sesuatu masyarakat itu tidak melawan rasuah (korupsi), maka masyarakat itu tidak akan berjaya. Hari ini kita lihat ada negara-negara maju, kemajuannya cemerlang, tapi ada negara demokratik, tapi tidak dapat maju. Semua ini bergantung pada budaya masyarakat, apa nilai hidup yang dipegang oleh masyarakat. Disiplin, tidak mengikuti nafsu, maka masyarakat akan cepat berjaya. Tetapi kalau mereka tidak bergantung pada nilai-nilai mulia, maka mustahil masyarakat itu akan berjaya,” ungkap Mahathir.

Kalau masyarakat sanggup membedakan mana yang baik dan buruk, dan sanggup mengganti dengan yang baik, Mahathir yakin masyarakat itu akan maju. “Tidak ada yang kekal dalam kehidupan manusia. Kita semua tahu, tentang amanah, disiplin. Ini adalah nilai-nilai yang baik yang bisa menjayakan kita,” katanya.

Mahathir mengingatkan, bila masyarakat mengizinkan dan menganggap rasuah sebagai hal biasa, maka pemimpinnya juga akan terlibat rasuah.

“Rasuah (korupsi) adalah amalan yang tidak baik dalam masyarakat. Apabila disogok walaupun sedikit, berarti rakyat menjual kuasa, pemimpinnya juga hasil rasuah, rakyatlah yang akan menderita,” tegas Mahathir.

Ideologi sudah ditukar

Sementara itu, saat menyampaikan sambutan, Ketua Dewan Pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, mengatakan, ideologi negara Indonesia sudah ditukar dengan budaya baru melalui globalisasi dan demokrasi liberal. Hal ini terjadi di bawah rezim kapitalisme yang sangat sentralistik dan totalitarian.

“Sebagaimana kita ketahui, dampak globalisasi, pasar bebas, dan teknologi informasi, telah melemahkan struktur fungsi dan peran bangsa,” tegas Rachma.

Ideologi, budaya dan konstitusi yang selama ini menjadi identitas setiap negara, dipaksa tunduk kepada suatu ideologi dan budaya baru melalui demokrasi liberal di bawah rezim kapitalisme.

Indonesia juga dilanda wabah serupa. UUD 1945 hasil empat kali amendemen sangat bersifat liberal kapitalistik. Ekonomi Indonesia saat ini lebih dikendalikan para pemilik modal, serta kepentingan perusahaan besar atau korporatokrasi yang tidak mementingkan kepentingan rakyat.

“Korporasi tidak membawa misi nasionalisme, tapi malah menguasai dan menguras ekonomi maupun sumber daya alam negara serta tidak peduli ekonomi rakyat banyak dalam rangka keadilan sosial,” ujar putri Bung Karno ini.

Rachma juga menyoroti tentang korupsi yang disebabkan pola transaksional antara pemilik modal dan pejabat negara. Pemilik modal memang kerap melakukan penetrasi, infiltrasi dalam suksesi kepemimpinan negara di semua level sehingga praktik korupsi menjadi massif.

“Padahal korupsi adalah perbuatan melawan hukum dan tidak tunduk pada kontitusi yang telah disusun founding fathers,” ujarnya.