Dinilai Banyak Merugikan, Buruh di Kabupaten Malang Tolak Omnibus Law

Penandatanganan Aspira buruh untuk menolak Omnibus Law. (Toski D)
Penandatanganan Aspira buruh untuk menolak Omnibus Law. (Toski D)

MALANGVOICE – Para buruh di Kabupaten Malang yang tergabung dalam berbagai aliansi menggelar aksi menyampaikan aspirasi mereka agar pemerintah pusat tidak menerapkan undang-undang cipta lapangan kerja (omnibus law).

Para perwakilan buruh dari sejumlah aliansi tersebut beramai-ramai mendatangi kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, untuk melakukan aksi preventif agar omnibus law tersebut tidak dilaksanakan, karena dinilai banyak merugikan para buruh.

Aksi tersebut terbilang elegan, pasalnya perwakilan buruh yang tergabung dalam berbagai aliansi tersebut dengan memilih Aksi preventif.

“Ini kan dalam rangka menampung aspirasi teman-teman buruh. Mereka menuangkan aspirasi terkait undang-undang cipta lapangan kerja, untuk disampaikan ke DPR RI. Ini adalah langkah elegan, tetap menjaga iklim investasi yang maju pesat di Kabupaten Malang,” ungkap Kepala Disnaker Pemkab Malang, Yoyok Wardoyo, saat ditemui disela-sela aksi preventif, di Kantor Disnaker, Komplek Block office Keapnjen, Jumat (13/3).

Aksi preventif tersebut dihadiri perwakilan dari aliansi buruh, yaitu SPSI, SBSI, APSM, SBM, FPBI, DPK Apindo, Gaperoma, dan PHRI.

Para perwakilan buruh dari sejumlah aliansi itu dipertemukan dengan anggota DPRD Kabupaten Malang, Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, Polres Malang, adapula dari Badan Intelijen Nasional (BIN).

“Ini ada dari Komisi II, nanti akan disampaikan DPRD Kabupaten Malang ke DPR RI melalui fax. Dari BIN akan diteruskan ke Kepala BIN, dari Polres akan diteruskan ke Kapolri. Dan dari Kejaksaan akan dilanjutkan ke Kejaksaan Agung,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia alias SPSI Kabupaten Malang, Kusmantoro Widodo mengatakan jika ada sejumlah hal yang disampaikan dalam pertemuan itu.

“Catatan-catatan kecil yang kami sampaikan, terkait pekerja outsourcing, kemudian jam lembur, hak cuti bagi kawan-kawan perempuan, sistem upah, dan banyak lagi. Ini yang menjadi serius. Kalau itu dijalankan, itu akan seperti undang-undang 12 tahun 2003, banyak pihak menolak, dan tidak menutup kemungkinan kalau itu (omnibus law) tetap dilaksanakan maka akan ada penolakan yang luar biasa,” ujar mantan anggota DPRD Kabupaten Malang itu.

Menanggapi aspirasi buruh tersebut, anggota Komisi II DPRD Kabupaten Malang, Tantri Bararoh menyampaikan bahwa harus ada kajian lebih lanjut soal omnibus law.

“Ini kan masih dalam bentuk draf, harus dikaji bareng-bareng. Karena ini draf, harus kita pelajari,” pungkas politisi PDI Perjuangan ini. (Der/Aka)