MALANGVOICE – Ribuan mahasiswa kembali berunjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Malang, Selasa (24/9). Masih dengan tuntutan yang sama, mereka menyerukan penolakan terhadap aturan-aturan bermasalah yang telah dan akan disahkan pemerintah.
Bertajuk Reformasi Dikorupsi massa tetap menyerukan yel-yel Mosi Tidak Percaya. Bertepatan dengan rencana pengesahan RUU Pertanahan, massa aksi gabungan dari berbagai perguruan tinggi di Malang menolak rencana tersebut.
Koordinator lapangan Al Ghozali mengatakan, bahwa RUU Pertanahan yang pro investor dan memberangus hak-hak rakyat atas tanah, seperti memidanakan warga yang tidak mau digusur tanahnya, saat ini sedang dikebut pembahasannya oleh DPR RI dan kemungkinan akan disahkan.
Bahwa RUU Pertanahan, menurutnya, menafikan data-data penguasaan tanah yang sangat timpang, tren meningkatnya perampasan tanah untuk investasi dan pembangunan infrastruktur yang pro investor, dan meningkatnya tren perusakan lingkungan oleh korporasi.
“Bahwa kemungkinan disahakkannya RUU pertanahan tepat pada 24 September 2019 adalah bentuk ‘pelecehan’ terhadap kaum tani, karena bersamaan dengan peringatan Hari Tani, merujuk lahirnya UUPA No.5 Tahun 1960 yang populis,” jelasnya.
Ia menambahkan, bahwa saat ini sedang direncanakan perombakan terhadap 72 UU untuk memperlancar investasi yang menggusur hak- hak rakyat dan memasifkan perusakan lingkungan.
“Bahwa sulit berharap adanya UU Pertanahan yang prorakyat jika jajaran anggota dewan yang terpilih memiliki watak transaksional karena dihasilkan dari politik yang oligarkis dan pemerintahnya tunduk pada agenda rezim kapitalisme global,” sambung dia. (Der/Ulm)