MALANGVOICE – Massa mengatasnamakan Aliansi Malang Melawan (AMM) berunjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Kamis (16/7). Mereka menyerukan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.
Perwakilan AMM, Gilang menjelaskan, bahwa upaya pemerintah dalam melahirkan RUU Omnibus Law tidak terlepas dari pengaruh situasi ekonomi politik internasional, dimana persekongkolan jahat antara kekuatan politik nasional dengan lembaga imperialisme seperti IMF, WTO dan lain sebagainya. Hal ini kemudian mendorong negara dunia ketiga termasuk Indonesia sebagai jawaban terhadap lemahnya pertumbuhan ekonomi dunia dan PDB dunia yang kian hari tidak menentu. Alih-alih dalam menciptakan kepentingan dan kesejahteraan rakyat, pemerintah berupaya untuk menjawab keresahan imperialisme tersebut.
“Maka dari itu, investasi menjadi prioritas yang perlu digenjot guna memperbaiki perekonomian dunia maupun perekonomian di Indonesia,” jelasnya.
Ia melanjutkan, pemerintah Indonesia dalam percepatan investasi dan pertumbuhan ekonomi mengajukan lima program utama ke depannya, salah satu yang menjadi prioritas ialah penyederhanaan perizinan investasi melalui regulasi Omnibus law Cipta Kerja. Hal tersebut yang hari ini menjadi pertanyaan di dalam lapisan masyarakat, apakah omnibus law ini akan berpihak terhadap rakyat atau akan berpihak terhadap para investor.
“Rancangan Undang- Undang Cipta Kerja memang dirancang untuk menjadi jalan pintas atas berbagai permasalahan yang telah ada pada beberapa undang-undang sebelumnya dengan membentuk satu undang-undang baru,” ujarnya.
RUU Cipta Kerja, lanjut dia, menyentuh begitu banyak sektor, sehingga sulit untuk memastikan bahwa rancangan undang undang ini taat pada asas kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.
“Partisipasi masyarakat dari segala sektor adalah kata kunci jika RUU ini tidak ingin dianggap sebagai akal-akalan pemerintah demi memanjakan kelas investor besar,” sambung dia.
Omnibus law sebagai satu Undang-undang baru yang mengatur berbagai macam substansi dan berbagai macam subjek untuk langkah penyederhanaan dari beberapa Undang-undang yang masih berlaku. Undang-undang Omnibus Law sering disamakan dengan Undang -undang Payung (raamwet, basiswet, moederwet) atau merupakan Undang-undang induk dari Undang-undang lainnya, yang kedudukannya lebih tinggi daripada Undang-undang turunannya. Dari sisi sistem dan tata hukum, masih terjadi perdebatan antara para ahli mengenai penerapannya dalam sistem hukum di Indonesia.
“Prof. Maria Farida Indrati mengingatkan bahwa Omnibus Law lebih tepat diterapkan pada Negara yang menganut sistem hukum common law (anglo saxon) bukan civil law (eropa kontinental) seperti Indonesia,” bebernya.
Ia menambahkan, berdasarkan gambaran situasi yang terjadi di Indonesia saat ini sebagai bentuk respon terhadap pemaksaan pembahasan Omnibus Law di tengah situasi pandemi, serta mengabaikan kepentingan rakyat, maka pihaknya yang tergabung dalam Aliansi Malang Melawan menyatakan sikap politik, cabut dan hentikan pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
“Berdasarkan sikap politik tersebut kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersolidaritas membangun persatuan dalam upaya menghadang kebijakan-kebijakan yang tidak berihak serta berkelanjutan terhadap kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.(der)