Deklarasi Anti Radikalisme, UB Gandeng Densus 88 Antiteror

FISIP UB menggelar deklarasi anti radikalisme bersama Densus 88. (Istimewa)

MALANGVOICE – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) sepakat menggelar perjanjian kerja sama dengan Densus 88 Anti Teror.

Bentuk kerja sama awal ditandai dengan ikrar dan penandatanganan deklarasi melawan paham intoleran, radikalisme, dan terorisme pada Kamis (30/6).

“Kami seluruh masyarakat dan mahasiswa Universitas Brawijaya menolak paham intoleran, radikalisme dan terorisme di Universitas Brawijaya. NKRI Harga Mati,” ikrar Presiden Eksekutif Mahasiswa, Muhammad Nurcholis Mahendra di Aula Nuswantara, FISIP UB.

Rektor Universitas Brawijaya, Prof Widodo, menjelaskan tujuan dari kerja sama ini adalah membekali mahasiswa terutama dalam konsep berpikir.

“Sehingga mahasiswa memiliki global minded. Memahami moderasi berpikir. Kita bagian masyarakat global, mau tidak mau harus mengajak mahasiswa menjadi bagian mahasiswa global, sifatnya heterogen,” kata Widodo.

Dia menegaskan UB akan fokus membantu Densus 88 khususnya pada aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi seperti penelitian dan pengabdian masyarakat.

“Di kampus tentu kami akan fokus pada pendidikan karakter mahasiswa. Bentuknya banyak bisa masuk kurikulum atau pembekalan kehidupan sehari hari dan terutama cara berpikir,” tegasnya.

Dalam deklarasi dan kerja sama itu turut dihadiri Dekan FISIP UB, Dr Sholih Muadi SH., M.Si, Direktur Pencegahan Densus 88 Kombes Tubagus Ami Prindani, Kapolresta Malang Kota Kombes Budi Hermanto dan tamu undangan yang lain.

Direktur Pencegahan Densus 88 Kombes Tubagus Ami Prindani, mengatakan, UB bisa menjadi kampus pertama yang melakukan kerjasama dengan Densus 88 terutama dalam aspek pencegahan.

“Sekarang kami masih pembahasan dulu karena nanti ada bahasa kalimat yang kami perbaiki. Tapi jika FISIP akan menularkan ke fakultas-fakultas lain di UB. Maka kami jika ini sukses akan membawa konsep kerjasama ke kampus-kampus yang lain,” tegasnya.

Terkait kasus penangkapan mahasiswa UB beberapa waktu lalu, ia yakin kampus sudah melakukan pencegahan.

“Kami tiap datang ke kampus belum tentu sudah ada yang terpapar radikalisme. Tapi kami juga melakukan pendekatan agar tidak sampai ada yang terpapar paham tersebut,” jelasnya.

Ami memaparkan, ada beberapa pintu masuk radikalisme di lingkungan kampus. Pertama melalui media sosial, dosen radikal, unit kegiatan kampus, masjid di kampus, hingga rumah kos. Dia pun mendukung wacana masuknya materi pencegahan radikalisme ke kurikulum di kampus. Karena upaya pencegahan dan sosialisasi harus masif dilakukan.

“Kalau materi ini bisa masuk dalam pelajaran kampus semua akan dapat. Dalam kurikulum ini bisa berisi materi soal bahayanya, kerawanannya, hingga pencegahan paham radikalisme,” imbuh Ami.

Sementara itu Dekan FISIP UB, Dr Sholih Muadi, menyarankan adanya SKS yang tidak masuk dalam transkrip atau non SKS. Isinya tentu tentang pemahaman pencegahan radikalisme.

“Sehingga harapannya anak didik paham apa itu intoleransi. Programnya bisa mahasiswa magang difasilitasi Densus 88 bisa mempelajari bagaimana mencegah terorisme di kampus,” tandasnya.(der)