Dari Lintas Generasi Ditengah Covid-19, Hijrah Ke Dunia Digital

Oleh: Asra Bulla Junga Jara., S.I.Kom

Percepatan teknologi di era revolusi industri 4.0 menjadi sebuah keharusan sejarah. Jika pada awalnya istilah ini identik dengan generasi milenial, maka sekarang generasi sebelumnya juga harus terbiasa. Teknologi melalui handphone (HP) menjadi fenomena yang harus dipelajari dan dijalankan masyarakat baik tua dan muda dalam kehidupan sehari-hari. Dibantu teknologi, informasi dan edukasi menjadi semakin mudah, cepat dan praktis sehingga membantu manusia dalam aktivitas kesehariannya.

Tapi apakah ideal seperti itu kebermanfaatan teknologi bagi kehidupan manusia? Dalam sebuah diskusi online lewat apilikasi zoom yang saya ikuti dalam beberapa hari lalu, seorang narasumber menyebut istilah “Hijrah Digital”. Sebuah kalimat yang semakin dirasakan oleh kita belakangan ini terutama setelah fenomena Covid-19 hadir di Indonesia pada awal Maret tahun 2020. Setelah ditemukan kasus warga di Indonesia yang positif Covid-19, seketika fenomena digital mulai dipertimbangkan untuk dipakai masyarakat secara luas. Adanya wabah Covid-19 menjadi jalan manusia Indonesia memasuki gerbang hijrah digital sepenuhnya.

Disebut sepenuhnya, sebab sebelumnya fenomena digital terpisahkan antar generasi. Pada generasi pra milenial, perilaku digital ditandai terbatas bisa memiliki handphone (HP) untuk berkomunikasi, komputer buat bekerja, kurang aktif menggunakan fasilitas pembelajaran berbasis media sosial yang semuanya disebabkan keterbatasan menggunakan teknologi. Sebaliknya, generasi millenial aktif bekerja dan belajar dengan memakai media sosial baik WhatsApp, Line, Twitter dan sejenisnya. Sekarang, ketika Covid-19 menyebar, orang dipaksa belajar dan bekerja di rumah, maka hijrah digital menjadi sebuah keharusan bagi semua kalangan baik generasi pra milenial dan milenial.

Pasca penyebaran Covid-19, pemerintah mulai aktif mengajak masyarakat untuk belajar, bekerja dan beribadah di rumah. Fasilitas pembelajaran online seperti zoom, google meet, live instagram dan aplikasi pembelajaran daring bermunculan. Masyarakat diarahkan belajar melalui aplikasi digital seperti ruang guru, Indonesia dan lainnya, sehingga perlahan hijrah digital lintas generasi dimulai. Generasi pra millenial “dipaksa” bersentuhan dan bertemu dengan milenial yang umumnya sudah akrab dan melekat dengan dunia digital dalam kehidupan sehari-harinya.

Tetapi perlu diingat konsep hijrah digital menyisakan dua persoalan. Pertama, umumnya generasi pra millenial tidak selalu mudah untuk mau belajar, adaptasi dan berhijrah dari pemakaian teknologi dan sebagiannya kemampuan manual, masuk ke dunia serba digital. Bagaimanapun harus diakui, fenomena digital belum sepenuhnya dapat diterima seluruh masyarakat Indonesia. Untuk generasi pra millenial, mereka umumnya sudah terbiasa belajar dan bekerja dengan dunia nyaman. Adanya teknologi membuat mereka harus beradaptasi dengan semua kecanggihan teknologi yang tentu membutuhkan waktu dan proses yang tidak mudah.

Sebagai contoh, sebelum Covid-19 masuk ke Indonesia, masih banyak penolakan terhadap penggunaan teknologi dalam instansi pendidikan. Ada pengajar yang terbiasa berceramah dan gagap membuat power point, memakai spidol kemudian menuliskan materi di papan tulis, absensi secara manual memanggil mahasiswa satu-persatu dan belum mampu membuat email. Ketika ada fasilitas aplikasi pembelajaran daring, penolakan datang dengan berbagai alasan yang berujung sikap enggan terhadap perubahan khususnya teknologi.

Tetapi sekarang, saat kondisi Covid-19 melanda Indonesia dan pemerintah “memaksa” masyarakat belajar, bekerja dan beribadah di rumah. Mau tidak mau, generasi pra millenial harus bersentuhan langsung dengan dunia digital. Sebagai pengajar, mereka harus terbiasakan menggunakan aplikasi pembelajaran daring dan fasilitasi pembelajaran online yang beragam bentuknya. Jika kapasitasnya sebagai orang tua, generasi pra millenial harus beradaptasi dengan teknologi untuk belajar bersama anaknya di rumah. Dalam kapasitas sebagai pekerja, dirinya harus terbiasakan rapat dan bekerja secara online.

Kedua, kembali pada pertanyaan awal, seberapa jauh idealitas kebermanfaatan teknologi dalam kehidupan manusia? Sebab mengingat aktivitas online baik belajar dan bekerja menyisakan tingkat keamanan teknologi yang sangat rawan. Beberapa waktu lalu misalnya ramai diberitakan zoom sebagai salah satu fasilitas pembelajaran online diketahui membocorkan data pengguna. Padahal kita mengetahui bersama, pasca pemberlakuan work from home aplikasi zoom banyak diminati kalangan masyarakat Indonesia. Mulai dari kegiatan diskusi, rapat online dan pekerjaan yang membutuhkan pengganti tatap muka menggunakan zoom.

Ada yang berkilah menggunakan zoom sebagai fasilitas belajar, bukan pekerjaan yang penting sehingga tidak takut datanya bocor. Tapi jangan dilupakan bahwa sikap mengabaikan dan meremehkan atas kerawanan kebocoran data pengguna akan berpotensi mengganggu kehidupan pribadi seseorang. Data anda bisa dipakai perusahaan teknologi untuk segala keperluan yang tidak diketahui pengguna dan berpotensi merugikan kehidupan Anda. Selain itu, hasil rapat online yang rawan mengalami kebocoran akan membuat perusahaan teknologi mengetahui informasi penting yang berkembang dalam sebuah negara maupun sebuah perusahaan.

Tapi menghadapi fenomena hijrah digital, kita memang harus mengakui itu sebuah keharusan sejarah yang tidak dapat dipungkiri sudah berada di depan mata dan Anda harus menjalaninya. Bagaikan rumus ampuh perubahan, semua di sekitar Anda akan berubah termasuk perubahan itu sendiri. Sekarang tugas generasi pra millenial membiasakan hidup dengan serba digital, beradaptasi dengan teknologi dan berusaha membaca serta mengikuti perkembangan teknologi. Sedangkan persoalan keamanan data pribadi, dibutuhkan perhatian bersama seperti misalnya mendorong pemerintah dan parlemen secepatnya mengesahkan produk konstitusi mengenai perlindungan keamanan data pribadi di era dunia teknologi yang semakin berkembang cepat dan menghasilkan disrupsi yang luar biasa dampaknya kepada kehidupan manusia.

*) Asra Bulla Junga Jara., S.I.Kom, Alumni S1 Ilmu Komunikasi Universitas Tribhuwana Tunggadewi (Unitri) Malang, Jurusan Ilmu Komunikasi (Konsentrasi Jurnalistik)