MALANGVOICE – Di tengah kecemasan atas anak-anaknya bisa kecanduan internet, orangtua bisa menjadikan aplikasi digital parenting sebagai solusinya.
Lebih dari itu, aplikasi ini juga bisa menjadi instrumen penanaman nilai-nilai revolusi mental yakni etos kerja, gotong royong, dan integritas.
“Mendatang saya berharap akan menanamkan juga gerakan-gerakan revolusi mental seperti gerakan Indonesia bersatu, Indonesia tertib dan sebagainya,” tutur Didik Suhardi, Deputi 5 (Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Budaya, dan Prestasi Olahraga) Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), pada rapat sosialisasi aplikasi digital parenting, Selasa (30/8).
Sebanyak 68 juta siswa dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi terdampak pandemi Covid-19.
Hal tersebut menyebabkan siswa harus melaksanakan pembelajaran secara daring. Di situ terlihat sisi manfaat kemajuan teknologi informasi. Di sisi lain membawa dampak negatif dengan meningkatnya tingkat kecanduan internet.
Hasil penelitian dr.K.Siste, SpKJ (K) terkait kecanduan internet/gadget di Jakarta bahwa remaja termasuk dalam kelompok usia yang rentan mengalami kecanduan internet.
Sebanyak 31.4 persen remaja mengalami kecanduan internet. Tujuh dari 10 remaja putri mengalami kecanduan media sosial. Sebanyak 9 dari 10 remaja putra mengalami kecanduan games online.
Indonesia adalah negara terburuk di Asia Tenggara di ranah digital terkait dengan Indeks keberadaban digital di tahun 2020 akibat hoax dan penipuan, ujaran kebencian dan diskriminasi.
“Saya juga berharap agar kelak aplikasi digital parenting ini bisa dipakai orang tua anak-anak Indonesia dan gratis. Saya harapkan ada aksi nyata revolusi mental terkait hal ini,” kata Didik dalam keterangan tertulis.
Didik juga berharap adanya gerakan yang kolaboratif antara kedeputian Kemenko PMK dan mengikutsertakan kementerian dan lembaga pemerintahan terkait.
Sementara itu Heru Nugroho dari Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) mengatakan, aplikasi digital parenting ini sudah dipakai di sekolah swasta dan dicoba oleh 520 orang tua siswa.
“Sebenarnya aplikasi semacam ini banyak, di Google juga ada dan free. Namun, aplikasi-aplikasi yang berkembang di luar negeri sudah pasti pakai kultur luar,” terangnya.
“Yang dikembangkan oleh kita bersama PT Defghi ini benar-benar memakai kultur Indonesia. Tentu sangat sesuai dengan kondisi kita,” tutur Heru Nugroho.
Aplikasi diunduh di ponsel orang tua dan anak. Orang tua bisa memonitor aplikasi apa saja yang diunduh dan dipakai anak serta bisa mengontrol pemakaiannya.
Direktur utama PT Ide Defghi, Tombak menambahkan, orang tua bisa menutup akses Virtual Privat Network (VPN) yang banyak bertebaran di internet bahkan banyak yang gratis.
“Pemerintah sudah memblokir sejumlah akses menuju portal-portal berbahaya semacam pornografi. Namun, anak sekarang sangat pintar bisa menggunakan VPN yang free maupun berbayar untuk mengakses portal-portal tersebut,” ujarnya.
Di aplikasi ini, lanjut Tombak, kita buang dan block VPN tersebut, karena orang tua bisa memonitor dan mengontrol pemakaian internet anak lewat ponselnya.
Menurut Tombak, ada fitur panic button bervideo di aplikasi milik anak.
“Jika anak dalam bahaya, anak bisa menekan panic button. Dan langsung ada video terekam sekitar 5 detik. Orang tua langsung mendapatkan pesan, keberadaan anak,” pungkas Tombak.(end)