Bisnis Jamu Mengkudu, Shoffie Hasilkan Omzet Puluhan Juta Rupiah

Shoffie sukses menjalankan bisnisnya. (Istimewa)
Shoffie sukses menjalankan bisnisnya. (Istimewa)

MALANGVOICE – Shoffie Bunga Navandia, atau yang akrab disapa Shoffie mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini mencetuskan ide brilian dengan memproduksi jamu tradisional yang berkhasiat membantu penyembuhan berbagai macam penyakit. Berkat idenya, usahanya sukses sampai beromzet puluhan juta rupiah.

Dara 20 tahun tersebut mengatakan bahwa idenya untuk membuat jamu muncul sekitar lima tahun lalu. Saat itu, ia harus menghadapi kenyataan bahwa ayahnya mengidap penyakit liver stadium C.

“Saya bingung harus bagaimana. Biaya berobatnya mahal sekali,” ujar Shoffie.

Saat Shoffie mulai ‘galau’ dengan biaya pengobatan sang ayah, salah satu kawan sang ayah dari Korea datang menjenguk dan membawakan jamu tradisional untuk dikonsumsi setiap hari. Tak disangka, setelah meminum jamu tersebut, lambat laun, penyakit ayahnya membaik. Sayangnya, Shoffie tak punya cukup uang untuk terus membeli jamu berbahan dasar mengkudu tersebut. Ia pun berinisiatif untuk membuat sendiri jamu dengan bahan yang sama.

“Jadi awalnya saya buat untuk dikonsumsi ayah saya yang sedang sakit waktu itu, tidak ada pikiran sama sekali untuk menjualnya ke masyarakat,” urainya kepada MVoice.

Jamu yang diproduksi Shoffie adalah jamu tradisional yang terbuat dari 100% fermentasi buah mengkudu tanpa campuran apapun. Buahnya juga dipilih melalui proses seleksi.

“Harus benar-benar dipilih kualitas terbaik,” tambahnya.

Setelah dibersihkan dengan baik, mengkudu kemudian diproses untuk diambil airnya. Sari buah mengkudu tersebut lalu difermentasi selama 6-12 bulan. Usai masa fermentasi, jamu mengkudu kemudian akan dikemas dalam botol ukuran 500 ml. Setiap botol dihargai Rp 65 ribu. Selain menjual eceran per botol, Shoffie juga menyediakan paket hemat yang berisi enam botol pada setiap paketnya. Setiap paket dibandrol dengan harga Rp 350 ribu.

“Kalau paketan lebih hemat. Satu paket hanya 350.000 rupiah,” tambahnya

Mencari pasokan mengkudu dengan jumlah yang banyak diakui Shoffie bukan hal yang mudah. Jika awalnya hanya mencari dari satu daerah ke daerah yang lain, kini Shoffie sudah memiliki lahan khusus untuk menanam mengkudu. Ia bahkan bekerja sama dengan pemerintah desa dan kelurahan untuk ikut serta mengajak masyarakat menanam pekarangan rumah.

”Lumayan bisa bantu para tetangga. Mereka saya kasih bibit, nanti kalau sudah panen saya beli Rp 2.000 per kg nya,” tambahnya.

Bukan bisnis namanya jika tidak ada rintangan menghadang. Meskipun sudah mematenkan merek dagangnya, kesulitanpun juga pernah dialami Shoffie dalam menjankan bisnisnya yang sudah dimulai sejak tahun 2014 ini. Ia belum mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meski telah mendapatkan Perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

“Saya juga sudah mengantongi hasil uji laboratorium. Tapi masih belum terdaftar di BPOM, ada beberapa syarat yang perlu ditambahkan misalnya masalah lahan produksi. Saat ini saya masih produksi di rumah,” katanya.

Jamu pace ini juga sudah banyak dipesan konsumen dari berbagai daerah mulai Gresik, Jakarta hingga Palembang. Tak tanggung-tanggung, omzet yang didapatnya mencapai puluhan juta pada setiap periode pengemasan.

“Sekali pengiriman untuk proses fermentasi, ada enam ember. Setiap ember berisi sepuluh liter sari mengkudu,” pungkasnya.(Der/Aka)