Banyak Intoleransi, Pemda Harus Keluarkan Kebijakan Ramah HAM

Suasana diskusi workshop soal HAM. (fathul)

MALANGVOICE – Kasus intoleransi dan diskriminasi bukan hal baru di Indonesia. Karena itu, pemerintah perlu diajari dan dibentuk cara-cara menghasilkan kebijakan yang ramah terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Karena itu, International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) meloka latih 19 kabupaten/kota yang ada di Indonesia guna menjadikan HAM sebagai prinsip dan panduan dalam menyusun peraturan daerah.

“Hak yang kami sharingkan adalah HAM yang umum, mulai hak penyandang disabilitas, hak anak dan perempuan, hak pendidikan, hak lingkungan, hak pekerjaan, hingga hak hidup layak. Itu semua harus diakomodir,” ungkap Senior Programme Officer for Human Right and Democracy Infid, Mugiyanto.

Ia juga memaparkan adanya beberapa kebijakan pemerintah daerah yang tumpang tindih antara hukum publik dan hukum private. Misalnya, landasan yang digunakan ternyata kitab suci agama sehingga bisa dimungkinkan adanya diskriminasi terhadap penganut lain.

Saat terjadi produk hukum yang berpotensi diskrimintaif seperti itu, negara tidak hanya wajib hadir, akan tetapi bertanggungjawab. Sebab tantangan HAM di Indonesia saat ini sudah masuk dalam fase ‘lampu merah’ sehingga harus diatasi.

“Dua daerah yang bagus dalam menerapkan keramahan HAM adalah Palu dengan adanya Perwali dan Wonosobo yang saat ini Raperdanya masih dibahas. Kota Batu belum karena belum terjalin komunikasi,” tandasnya.

Ditambahkan oleh Direktur Instrumen HAM Kemkumham RI, Molan Tarigan, pemerintah terus mengupayakan adanya kebijakan ramah HAM dengan adanya penghargaan terhadap Pemda Peduli HAM. Awalnya hanya ada lima kriteria yang digunakan pada tahun 2013, dan saat ini diturunkan menjadi 17 kriteria.

“Kriteria ini harus dipenuhi Pemkab atau Pemkot. Secara ringkas adalah mengenai hak warga negara sejak ia dalam kandungan, lahir, Balita, anak-anak, hingga hak-hak ketika ia meninggal,” papar Tarigan.