Bangkitnya Rel Trem Jagalan- Blimbing dari ‘Kubur’, Ini Sejarahnya

Rel tem peninggalan kolonial Belanda di Jalan Basuki Rahmat. (Aziz Ramadani MVoice)

MALANGVOICE – Tersingkapnya rel trem kuno era kolonial kala pengerjaan proyek Kayu Tangan Heritage di Jalan Basuki Rahmat memiliki nilai historis. Banyak usulan agar temuan artefak itu dihidupkan kembali.

Sejarawan Rakai Hino Galeswangi menjelaskan, bahwa awal dibukanya jalur trem di Malang dikarenakan perkembangan dari wilayah Malang terus meningkat. Malang adalah salah satu bagian dari Distrik Pasuruan yang disebut dengan Afdeling Malang, dan lebih tepatnya merupakan bagian dari Keresidenan Pasuruan, yang membawahi delapan distrik. Meliputi Penanggungan, Turen, Ngantang, Karanglo, Pakis, Gondanglegi, Sengguruh (Kepanjen), dan Kota Malang.

“Ramainya Distrik Malang karena adanya perkebunan Kopi. Kala itu kopi menjadi salah satu komoditi paling diminati pada masanya,” kata Rakai.

Ia melanjutkan, bahwa perkebunan kopi di Nusantara terjadi pada periode tanam paksa atau Cultuurstelsel. Kopi menjadi komoditas primadona dalam perdagangan internasional. Pemerintah kolonial Hindia Belanda membuka perkebunan kopi termasuk Afdeling Malang (Goor, 1986: 35).

“Perkebunan kopi dibuka di Afdeling Malang sejak 1832. Lokasi Afdeling Malang strategis, diapit dua barisan pegunungan, yakni pegunungan Arjuna-Kawi di sebelah barat dan Bromo-Semeru di sebelah timur. Kondisi geografis ini sangat menguntungkan karena aktivitas vulkanis gunung berapi membuat lahan menjadi subur,” jelasnya.

Ramai dan sibuknya Distrik Malang dibandingkan dengan distrik lain di wilayah Kerisidenan Pasuruan menarik perhatian banyak investor asing. Mereka berbondong-bondong mendanai atau mencari keuntungan di Malang, salah satunya sektor moda transportasi. Pada akhir abad 19, tepatnya tahun 1880an, kontur jalan di Malang tidak mudah ditempuh dengan transportasi konvensional, macam pedati atau cikar. Maka banyak perusahaan lokomotif yang menawarkan jasanya untuk investasi.

“Alhasil salah satu perusahaan swasta yang sukses kala itu adalah Malang Stoomtram Maatschappij atau MSM,” sambung dia.

Kesempatan yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada MSM membuat Malang Stoomtram Maatschappij segera membuka jalur trem di Malang yang diarahkan ke pusat-pusat penghasil perkebunan, seperti Bululawang, Gondanglegi, Kepanjen, Dampit, Singosari, Pakis dan Tumpang. Jalur tersebut dapat diperoleh informasinya dari Museum Kereta Api Ambarawa, didiskripsikan mengenai jalur Gondanglegi-Kepanjen diresmikan 10 Juni 1900; jalur Tumpang-Singosari diresmikan 27 April 1901; jalur Malang-Blimbing diresmikan 15 Februari 1903; jalur Sedayu-Turen diresmikan 25 September 1908 (Widodo, dkk, 2006:31).

Sementara menurut data dari selain yang tersebut di muka, jalur Malang-Bululawang dibuka 14 November 1897; Bululawang-Gondanglegi 4 Februari 1898; Gondanglegi-Talok 9 September 1898; Talok-Dampit 14 Januari 1899 (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997:176).

Pemasangan dan peresmian jalur-jalur rel tersebut tampak dalam peta pemetaan rel kereta api dan trem di Jawa dan Madura seperti yang tertuang dalam buku Peringatan Staatsspoor en Tramwegen (1925:48-49).

Pada perkembangannya, Trem mulai memasuki senjakala. Trem mulai tak diminati masyarakat sebagai transportasi publik, lantaran masuknya mobil.

“Jalur trem jurusan Jagalan Stasiun Blimbing dibuka 1903 dan tutup sekitar 1930 itu dampak masuknya mobil besar – besaran (impor) ke Hindia Belanda, inilah yang mematikan nyawa trem sehingga jalur tersebut terbengkalai karena masyarakat sudah tidak memakainya lagi,” urainya.

Pada 1980an, jalur trem tersebut juga sering memakan korban karena kecelakaan motor mudah selip saat melintasi rel.

“Sehingga pemerintah daerah memutuskan untuk menutup dengan aspal,” imbuhnya.(der)