Back to Nature, Peneliti Ma Chung Ciptakan Pewarna Alami Makanan

‎Produk di dalam kemasan. (Istimewa)

MALANGVOICE – Berangkat dari keprihatinan terhadap dampak negatif penggunaan pewarna sintetis dalam makanan, para peneliti Ma Chung Research Center for Photosynthetic Pigments (MRCPP) mengembangkan riset untuk menciptakan pewarna alami yang bisa digunakan dalam makanan dan minuman.

Produk pewarna alami siap pakai MRCPP diberi nama ‘NatChrom’ yang terinspirasi dari kata natural (alami) dan ‘chroma’ yang berarti warna dalam Bahasa Yunani. Ada dua produk NatChrom yang sekarang dipasarkan, yaitu pewarna alami food grade dan produk pigmen standar dengan kemurnian 95% (analytical grade).

“Pigmen standar analytical grade sebenarnya telah diproduksi oleh negara-negara Eropa, dan biasanya Indonesia menjadi pihak pengimpor,” terang peneliti, Renny Indrawati, Jumat (3/11)

Masa tunggu yang panjang, lanjut dia, ditambah waktu transfer produk dalam perjalanan lintas negara, serta kondisi suhu yang tidak terjaga dalam waktu lama selama pengiriman sering menimbulkan proses degradasi dan kerusakan pigmen sebagian. Diharapkan produksi dalam negeri dapat menyediakan pigmen standar bagi lembaga litbang di Indonesia ataupun kawasan Asia Tenggara.

“Sedangkan pigmen food grade kami produksi sebagai alternatif pengganti pewarna sintetis pada makanan yang sekarang marak digunakan. Pewarna makanan sintetis jika dikonsumsi terus menerus dapat menyebabkan ADHD,” terangnya.

Produk pewarna makanan alami. (Istimewa)

Pewarna makanan sintetis dapat ditemukan di berbagai makanan dan minuman yang berwarna mencolok. Meskipun sudah diatur dalam Permenkes RI no. 722/MenKes/Per/VI/1988 dan Undang-undang Pangan no. 7 tahun 1996, namun masyarakat masih belum sadar betul akan keamanan makanan yang dikonsumsinya, dan dalam satu hari bisa mengkonsumsi berbagai macam makanan dan minuman dengan pewarna sintetis sehingga berdampak pada efek akumulasi senyawa sintetik dalam tubuh.

“Sebenarnya, pewarna makanan alami bisa didapatkan dari buah, sayur, atau bunga, namun diperlukan proses yang panjang untuk mendapatkannya,” tambah Renny lagi.

Misalnya daun suji untuk pewarna hijau, ketela untuk pewarna ungu, dan lain sebagainya; untuk mendapatkan warnanya, biasanya memerlukan proses panjang, warnanya tidak tahan lama atau tidak stabil, dan bisa mempengaruhi rasa makanan.

“Di Indonesia, belum ada pewarna alami siap pakai untuk makanan, oleh karena itulah, dengan penelitian sejak 2015, kami berhasil memproduksi pewarna makanan alami siap pakai,” tukasnya.

MRCPP menggunakan teknologi mikroenkapsulasi untuk untuk meningkatkan stabilitas pigmen, dan diikuti oleh teknik liofilisasi atau proses kering beku untuk menekan kerusakan pigmen alami akibat pengaruh suhu tinggi sehingga warnanya dapat tetap cantik dan tahan lama.

Berlimpahnya bahan baku untuk pigmen alami di Indonesia merupakan potensi tinggi untuk produksi pewarna alami. Dengan kata lain, prototipe industri pewarna alami siap pakai dengan masa simpan yang memadai sangatlah prospektif untuk diinisiasi di Indonesia.(Der/Yei)