Aplikasi Si Jaka Dinilai Pemborosan Anggaran, Setiap Desa Diminta Rp9,5 Juta

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, Suwadji. (Toski)

MALANGVOICE – Pengadaan program aplikasi Jaga dan Kawal Dana Desa (Si Jaka) disoroti sejumlah pihak lantaran kurang memiliki dasar hukum.

Sebab, besaran anggaran yang diajukan pihak pengembang dalam hal ini, CV Citra Adi Perdana selaku pemenang tender pengadaan aplikasi, dinilai kurang masuk akal. Hal itu karena setiap desa diminta membayar biaya sebesar Rp 9,5 juta.

Terlebih, jika diakumulasi dengan jumlah desa di Kabupaten Malang yang mencapai 378 desa, maka biaya yang dibutuhkan adalah Rp 3 miliar lagi.

“Saya rasa itu kurang ada dasarnya. Kenapa bisa tiba-tiba ada pengadaan aplikasi seperti itu. Itu dasarnya apa tolong ditunjukan. Itu nilai juga besar. Apalagi jika diakumulasi dengan jumlah desa di Kabupaten Malang,” ujar Sekretaris Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Ngebruk, Sumberpucung, M. Huda Prastoto, beberapa waktu lalu.

Menurut Huda, dari koordinasi yang telah dilakukan, pihak Pemdes ragu untuk bisa berkontribusi terkait pengadaan aplikasi tersebut. Alasannya, karena dinilai kurang memiliki dasar aturan yang jelas, mereka khawatir kontribusi yang mereka berikan malah berpotensi menjadi penyalagunaan wewenang dalam penggunaan anggaran.

“Ya jelas ragu dan khawatir. Untuk pengadaan dengan jumlah sekian juta, kalau tidak ada dasar aturan yang jelas, ya khawatir jika disebut sebagai penyalahgunaan anggaran. Dasarnya apa kita mengeluarkan biaya untuk aplikasi tersebut,” tegasnya.

Kepala DPMD Pemkab Malang Suwadji. (Toski D).

Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, Suwadji mengaku pengadaan program aplikasi Jaga dan Kawal Dana Desa (Si Jaka) telah memiliki kekuatan hukum, karena telah meminta Legal Opinion (LO) dari pihak kejaksaan untuk memberi pandangan hukum terkait si Jaka.

“Kami sudah minta LO (legal opinion) ke Kejaksaan, untuk memberi pendapat hukum, dan sudah dijawab. Rencananya akan segera kita sosialisasikan, untuk memberi pemahaman yang sama,” jelasnya.

Apalagi, lanjut Suwadji, penggunaan aplikasi si Jaka tersebut bersifat tidak wajib, dan tidak ada paksaan. Untuk penggunaannya dikembalikan kepada masing-masing kebijakan setiap Pemerintah Desa.

“Jadi, uang Rp 9,500.000 itu akan dipakai untuk beberapa item. Prinsipnya, tidak ada paksaan dan tidak ada kewajiban. Memang, program si Jaka itu nantinya akan terkonek dengan Pemdes, Kecamatan, DPMD, Inspektorat dan Kejaksaan. Tapi prinsipnya terserah desa, itu kan kerjasama desa dengan pihak penyedia. Kami tidak memaksakan, kalau keberatan ya juga tidak apa-apa,” terangnya.

Karena, tambah Suwadji, keberadaan aplikasi si Jaka tersebut diproyeksikan agar progres pemanfaatan dana desa yang tercantum dalam APBDes bisa lebih terkawal.

“Jadi misalnya, sudah sampai mana realisasi programnya bisa lebih dipantau. Juga dipantau oleh Kecamatan juga. Prinsipnya, kalau desa memandang (aplikasi si Jaka) ini memiliki manfaat, ya silahkan,” pungkasnya.(der)