Angkat Isu Pilkada Serentak sebagai Disertasi, Siboy Jadi Doktor Termuda

Siboy saat ditemui media. (Anja a)
Siboy saat ditemui media. (Anja a)

MALANGVOICE – Salah satu dosen Universitas Islam Malang (Unisma), menjadi dosen termuda bidang Hukum dan Administrasi Negara. Ialah Dr Ahmad Siboy SH MH meraih gelar doktornya pada usia 27 tahun.

Pria yang akrab dipanggil Siboy ini menulis disertasi tentang ‘Pemberlakuan Ambang Batas Selisih Suara Dalam Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Serentak’. Siboy juga menjadi mahasiswa yang lulus S3 tercepat di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Siboy menilai topik disertasinya cukup aktual karena ada Pilkada serentak tahun 2018 ini. Topiknya juga hasil prediksinya sejak 2015. Harapan Siboy disertasinya bisa memberi solusi saat dibutuhkan.

“Sekarang ini masih perhitungan suara pilkada. Maka setelah ini biasanya akan ada perselisihan perolehan hasil dan jadi sengketa. Dan Mahkamah Konstitusi baru membukanya,” kata dia.

Siboy berencana disertasinya menjadi naskah akademik untuk diserahkan ke DPR RI. Naskah akademik ini sebagai bahan untuk mengubah UU. Jika tidak lolos, maka akan disampaikan ke MK untuk uji materi khususnya pasal 158.

Ia juga akan menjadikan disertasinya sebagai buku sebagai pertanggungjawaban kepada Kemenristekdikti karena mendapat hibah penelitian doktor senilai Rp 75 juta. Dana hibah ini, diakui Siboy, sangat membantunya melanjutkan kuliah. Apalagi biaya penelitian yang mengharuskannya mondar-mandir Malang-Jakarta dan biaya SPP doktor cukup menguras kantong.

“Jika uangnya untuk mencari ilmu, pasti bermanfaat. Sehingga Allah juga akan memberikan rezekinya di bidang akademik,” paparnya.

Bahkan sebelum ujian tertutup doktornya pada 24 Mei 2018, ia dan timnya berjuang dan berhasil mendapatkan hibah penelitian lagi senilai Rp 40 juta di FH UB.

Menurut Siboy, modal sukses itu adalah berdoa, ibadah, usaha dan berjuang. Menurutnya, kebanyakan generasi saat ini malas untuk berkompetisi. Padahal pemerintah sudah membuka kesempatan besar seperti program percepatan doktor, beasiswa LPDP, dan banyak lainnya.

“Tapi faktanya yang diterima beasiswa LPDPD masih belum memenuhi kuota yang disediakan. Banyak yang bahasa Inggrisnya tidak lolos. Setelah ini saya mau fokus belajar bahasa Inggris. Saya mau lanjut sekolah post-doctoral degree ke Belanda,” pungkas pria yang hobi membaca ini.(Der/Aka)