MALANGVOICE – Universitas Brawijaya (UB) dianggap tidak patuhi aturan Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020. Hal ini diutarakan Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah) Brawijaya.
Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah) Brawijaya menilai bahwa UB telah melakukan blunder terhadap kebijakkan uang kuliah tunggal (UKT).
“Sebagai permulaan saya akan mengutip dari pernyataan dari statement dari Humas Universitas Brawijaya, Totok terkait dengan UB masih menunjukkan kekuatan dengan menggunakan Pertor (peraturan rektor) Nomor 17 Tahun 2019,” ujar Humas Amarah Brawijaya, Ragil Ramadhan kepada awak media, Senin (22/6).
Amarah Brawijaya melihat adanya sikap yang tidak patuh terhadap keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
“Bahkan kalau liat hari ini, Kemendikbud telah mengeluarkan Permendikbud No 25 Tahun 2020, sedangkan Peraturan Rektor No 17 Tahun 2019 tidak berdasarkan itu,” tandasnya.
Dalam Permendikbud No 25 Tahun 2020 itu, diterangkan bahwa pemimpin perguruan tinggi dapat memberikan keringanan UKT dan/atau memberlakukan UKT baru terhadap mahasiswa.
Amarah Brawijaya menilai keterangan keringanan dan/atau memberlakukan UKT baru terhadap mahasiswa tersebut sudah sesuai dengan aspirasi para mahasiswa yang berharap agar rektor bisa membuat kebijakkan baru, yakni memotong UKT.
Selain itu, Koordinator I Amarah Brawijaya, Raffy Nugraha menambakan sikap Universitas Brawijaya yang masih kukuh pada Peraturan Rektor No 17 Tahun 2019, dinilai tidak selaras dengan semangat Permendikbud No 25 Tahun 2020.
“Universitas Brawijaya juga tidak merespon baik tuntutan atau aspirasi yang telah kami suarakan. Dengan hadirnya Permendikbud No 25 Tahun 2020, universitas memiliki keleluasaan untuk membuat regulasi yang mampu meringankan beban orang tua mahasiswa atau mahasiswa itu sendiri,” ungkapnya.
Dengan adanya Permendikbud No 25 Tahun 2020, seharusnya Universitas Brawijaya tidak perlu berbelit menetapkan peraturan. Amarah Brawijaya mempertanyakan, apakah kampus memiliki keinginan baik.
“Karena Pertor nomor 17 tahun 2019 ini, tidak buat berdasarkan atau menimbang permendikbud nomor 25 tahun 2020. Pertor dibuat sebelum adanya masa pandemi, sehingga sudah tidak relevan lagi,” tambahnya.
Maka dari itu, Amarah Brawijaya mendesak agar pemimpin Universitas Brawijaya, dalam hal ini yang menjabat rektor untuk membuat Peraturan Rektor (Pertor) baru yang sesuai dengan Permendikbud No 25 Tahun 2020.
Sementara itu, Koordinator II Amarah Brawijaya, Philip Dahal menerangkan ada atau tidak adanya pandemi Covid-19, peraturan itu tetap berlaku. Argumen bahwa peraturan tersebut bisa digunakan saat masa pendemi tidak masuk akal karena tidak menyesuaikan kondisi.
“Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 pasal 9 itu, di ayat 4 nya, mahasiswa yang mengalami penurunan ekonomi, antara lain akibat bencana baik alam maupun non alam dan covid-19 masuk bencana non alam itu dapat mengajukan pembebasan sementara UKT ataupun pengurangan UKT, sehingga tuntutan kita masih bisa diterapkan di Universitas Brawijaya,” lanjut Philip.
Amarah Brawijaya juga masih kukuh pada tujuan aspirasi yakni salah satunya terkait keterbukaan informasi publik pengelolaan anggaran yang suratnya telah berada di tangan rektorat saat ini.
Para pejabat di rektorat hingga dosen yang mengajar di dalam kelas pun turut terdampak. Amarah Brawijaya menghendaki dialog yang menjadi ciri tempat pendidikan untuk menyelesaikan persoalan.(der)