MALANGVOICE – Selama 20 tahun, tiga warga hanya bisa melihat lahannya yang berada di Mulyoagung, Lowokwaru, Kota Malang terbengkalai. Hal itu terjadi karena akses jalan menuju aset milik tiga warga itu ditutup pihak Perumahan Bukit Cemara Tujuh (BCT) dengan cara ditembok.
Tiga warga itu adalah Heru Prijanto, Idris Effendy, dan Agnes Endah. Mereka memiliki lahan yang tepat berada di samping Perumahan (BCT) tersebut.
Heru Prijianto, mengatakan, kejadian bermula pada tahun 2001 lalu. Saat itu ia meminta izin kepada pengembang perumahan BCT untuk membangun rumah di lahannya. Sebab, untuk akses menuju lahan tersebut harus melalui jalan perumahan.
“Jadi tahun 1990 saya beli tanah di situ, saat itu perumahan (BCT) masih terbuka (belum tertembok). Nah tahun 2001 saya bangun rumah dan sudah mendapatkan izin secara lisan dari developer. Tiba-tiba tahun 2002 awal ada penembokan akses jalan itu,” ujarnya, Jumat (10/6).
Melihat hal tersebut, pria yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Brawijaya (UB) itu langsung konfirmasi ke pengembang perumahan. Sebab, jika tembok itu dibangun secara otomatis lahannya tidak akan bisa diakses, apalagi saat itu sedang dalam tahap pembangunan rumah.
“Saya konfirmasi ke developer terkait penembokan itu jawabannya gak ada alasan. Sudah komunikasi juga ke RT RW, Kelurahan, Kecamatan, DPUPRPKP Kota Malang, sampai ke Sekda Kota Malang udah kita hubungi tapi saling lempar tanggungjawab,” kata Heru.
Sejak ada penembokan itu, pembangunan rumah yang sudah mencapai 70 persen terhenti. Heru bersama Idris dan Agnes terus berupaya untuk melakukan komunikasi dengan pengembang untuk membuka akses jalan, tapi tidak membuahkan hasil hingga saat ini.
Meski telah 20 tahun berjalan, Heru bersikukuh masih ingin memperjuangkan pembukaan akses jalan ke tanahnya yang memiliki luas 394 meter tersebut. Ia pun telah melakukan audiensi dengan komisi C DPRD Kota Malang pada Kamis (9/6) kemarin.
“Kita minta bantuan ke DPRD Kota Malang, kebetulan komisi C mendukung. Kita harapkan masalah ini bisa selesai dan bisa dibuka atau diberikan akses jalan sama pihak perumahan (BCT),” tandasnya.
Terpisah, Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Fathol Arifin, menyampaikan jika akan melakukan komunikasi dengan DPUPRPKP Kota Malang. Sebab, pihaknya mencurigai fasum perumahan tersebut belum diserahkan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.
“Jika fasum fasos sudah diserahkan ke pemkot, kami minta dibongkar langsung DPUPRPKP. Nah tapi kalau belum, ya kita akan dorong DPUPRPKP menyurati pengembangnya untuk bisa merobohkan tembok yang menghalangi akses warga. Kasihan,” terang Fathol.
Ia menambahkan, meski pengembang perumahan memiliki hak membangun, seharusnya perlu memperhatikan lingkungan sekitarnya, jangan sampai pembangunan tersebut merugikan orang lain.
“Mendatang kami akan lakukan upaya pemanggilan kepada pihak pengembang perumahan (BCT) untuk mengetahui lebih jauh inti permasalahan kali ini,” tandasnya.(der)