Akademisi UB: Pasca Pilpres 2019, Pancasila ‘Mati’, Berubah jadi Pancatuna

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Prof Dr Unti Ludigdo dalam agenda diskusi bertajuk Harmoni Pasca Pilpres di Hotel Savana, Sabtu (29/6). (Aziz Ramadani MVoice)

MALANGVOICE – Akademisi serius menyoroti dampak di masyarakat, pasca pemilu presiden (pilpres) 2019. Sebab, yang terjadi akibat pesta demokrasi itu justru adanya perubahan dari ideologi Pancasila menjadi Pancatuna.

Hal ini diungkapkan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Prof Dr Unti Ludigdo dalam agenda diskusi bertajuk Harmoni Pasca Pilpres di Hotel Savana, Sabtu (29/6). Dalam paparannya berjudul Disharmoni dalam Pluralitas dan Kematian Pancasila, Unti menyatakan bahwa ironi yang terjadi kekinian adalah prinsip Ketuhanan telah terkalahkan dengan nilai keuangan, prinsip kemanusiaan telah tergadaikan dengan spirit kekuasaan, prinsip persatuan telah tergerus dengan ego lokalitas berbasis SARA, prinsip kepemimpinan dengan hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan tergantikan dengan kepemimpinan berdasarkan kontestasi suara individual, dan prinsip keadilan sosial telah bertransformasi menjadi keadilan oligopolis (keadaan pasar).

“Realitas dalam Pancatuna, Tuhan diyakini ada namun ditiadakan dalam sikap dan perilaku serta agama hanya sekedar sebagai aksesoris gaya hidup. Lokalisme baru berbasis SARA cenderung menjadi arus untuk melemahkan persatuan dan juga kegotongroyongan Indonesia. Kepemimpinan dibangun dalam suasana yang lebih kompetitif daripada sinergi. Keadilan sosial tereduksi oleh keserakahan beberapa pihak yang memiliki akses pada kekuasaan,” jelasnya.

Ia melanjutkan, disharmoni (ketidakselarasan) akibat Pancatuna diantaranya, kelaziman saling fitnah terjadi, kebohongan sebagai hal lumrah, kesantunan Indonesia telah tereduksi, take for all sebagai hasil kontestasi.

“Ketidakpedulian atas suatu peristiwa yang menimpa pihak lain karena menganggap bukan bagian dari kami kebebasan menjadi segalanya dalam tata kehidupan sehingga siapapun bisa berbicara, bersikap dan bertindak apa saja,” ujarnya.

Fenomena tersebut seharusnya dapat segera ditangani. Agar terjadi atau tercipta kembali suasana bermasyarakat yang harmonis. Mengembalikan marwah ideologi Pancasila. Solusinya, adalah menjadikan Pancasila sebagai referensi nyata dalam berbangsa Indonesia namun tidak dijadikan alat politik untuk menegasikan pihak lain yang tidak dalam barisan penguasa pemerintahan. Berbagai perumusan regulasi kebijakan harus dipastikan tidak bertentangan dengan substansi nilai-nilai Pancasila.

“khususnya dalam bidang politik, instrumen demokrasi dan tata politik Indonesia perlu dievaluasi kembali kesesuaiannya dengan Pancasila. Kemudian revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam narasi kekinian di Indonesia,” pungkasnya.(Hmz/Ulm)