Ahli Inklusif: Guru Harus Paham Tiga Hal

Ahli Pendidikan Inklusif USAID, Wiwit Sri Arianti, saat memberikan materi. (deny)

MALANGVOICE – Kurangnya pengertian terhadap pendidikan inklusif di sekolah, menjadikan anak didik kurang mendapat perhatian. Padahal, menurut Permendiknas No 70 tahun 2009, diatur setiap anak yang memiliki kebutuhan khusus berhak mendapat pendidikan dan pembelajaran bersama dengan peserta didik lain.

Selain itu, masalah gender dan perlindungan anak juga masih dirasa kurang. Karenanya, masih banyak tingkat kekerasan pada anak di sekolah terjadi dan ketidak seimbangan guru terhadap gender.

“Kenapa guru lebih suka memilih ketua kelas laki-laki? Kenapa perempuan tidak?, isu strategis itu harus dipahami guru,” kata Ahli Pendidikan Inklusif USAID, Wiwit Sri Arianti, sore tadi.

Ia melanjutkan, demi mewujudkan pendidikan inklusif berkualitas, perlu komitmen tinggi dari Kemendikbud untuk peningkatan kualitas pendidik profesional dan memiliki keterampilan mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK) atau guru pembimbing khusus (GPK).

“Kenyataan sampai sekarang pemerintah belum memberikan penghargaan pada guru atau GPK,” lanjutnya.

Dengan pelatihan pada sekolah mitra USAID, ia berharap semua guru menjadi profesional tanpa menunggu dari pemerintah. “Jika guru diberikan bekal pemahaman dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, gender dan perlindungan anak melalui pelatihan seperti ini, maka kasus kekerasan pada anak di sekolah,tak akan terjadi,” tandasnya.