Sri Mulyani: 2018, Kemiskinan dan Ketimpangan Harus Diatasi

Sri Mulyani dalam kunjungannya di Universitas Brawijaya Malang. (Istimewa)
Sri Mulyani dalam kunjungannya di Universitas Brawijaya Malang. (Istimewa)

MALANGVOICE – Perkembangan ekonomi suatu negara mengikuti strategi, kebijakan dan momentum. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia 1945, berbagai episode telah dilalui mulai era commodity boom dan strategi pembangunan di tahun 70-an dan 80-an yang sempat membuat Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi gemilang, hingga episode krisis keuangan Asia yang meruntuhkan ekonomi Indonesia. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, dalam orasi ilmiahnya di Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jumat (5/1).

Sri Mulyani memaparkan, periode 2014 – 2017, rata-rata penurunan tingkat kemiskinan mulai dapat ditingkatkan lagi menjadi 0,7 persen. Pemerintah akan terus menjaga momentum pengurangan kemiskinan. Meskipun ketimpangan pendapatan yang diukur dengan koefisien gini meningkat sekitar 0,6 poin menjadi 0,41 pada tahun 2012 dan relatif stagnan hingga tahun 2015, dengan berbagai program pembangunan yang inklusif, ketimpangan telah mampu menurun menjadi 0,39 di akhir periode 2016.

“Dari sisi ketenagakerjaan, tingkat pengangguran saat ini adalah 5,5 persen, namun pengangguran di kalangan penduduk usia muda antara 15-19 tahun mencapai 21,8 persen. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah paling tinggi yaitu sebesar 11,41 persen, diikuti lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 8,29 persen,” paparnya

Pengentasan kemiskinan, ketimpangan dan penciptaan kesempatan kerja, lanjut dia, adalah prioritas pembangunan pemerintah, yang dilakukan melalui beberapa program. Salah satunya Program Keluarga Harapan (PKH) untuk memutus rantai kemiskinan dan memperbaiki kualitas sumber daya manusia terutama di bidang pendidikan dan kesehatan, program bantuan beras, Program Indonesia Pintar (PIP), Peningkatan akses UMKM terhadap sumber permodalan dengan meningkatkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan subsidi LPG 3 kg.

“Selain itu, pemerintah berupaya memperluas cakupan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional terutama untuk masyarakat miskin,” pungkasnya.(Der/Aka)