Budayawan Prie GS: Merawat Kebhinnekaan Dimulai Dari Kegembiraan Hati

MALANGVOICE – Merawat kebhinnekaan harus dimulai dengan kegembiraan hati yang didasari dengan logis, etis, dan estetis. Demikian disampaikan budayawan , Prie GS dalam acara Rembuk Budaya, di Universitas Brawijaya (UB), Rabu (3/1). Di tengah maraknya berita hoax maupun ujaran kebencian melalui media sosial, Prie GS berpesan jangan sampai masyarakat terlalu serius menanggapi.

“Jangan mengintimidasi diri kita dengan terlalu serius membaca status atau apa pun di media sosial hingga tersulut amarah. Melainkan jagalah kegembiraan dalam hati kita. Dedikasikan hidup kita untuk merawat kata-kata, gerak, dan suara. Karena kalau kita salah dalam berkata-kata, bergerak, maupun bersuara, akan bahaya akibatnya bagi diri sendiri, keluarga atau kerabat,” papar pria asal Semarang ini.

Kegiatan yang digelar di Studio UB TV ini merupakan rangkaian peringatan Dies Natalis ke-55 UB. Selain Prie GS, hadir pula sebagai pembicara yaitu Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia Nahdlatul Ulama, KH Agus Sunyoto, Penasehat Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Romo Benny Susetyo, serta Ketua Voice of Pancasila UB Dr Riyanto Hanggundhali.

KH Agus Sunyoto dalam paparannya menyampaikan, jiwa Bhinneka Tunggal Ika justru tumbuh dari pesantren-pesantren di Indonesia. Karena di pesantren, para santri dibekali dengan ajaran Islam dari berbagai bangsa.

“Para santri terbiasa dengan perbedaan, bukan apa-apa harus seragam seperti di sekolah pada umumnya,” katanya.

Ia menambahkan, merawat kebhinekaan dan menangkal radikalisme dapat dilakukan dengan menggalang kekuatan bersama sebagai anak bangsa yang bercirikan Bhinneka Tunggal Ika, serta menghidupkan kembali budaya yang beragam dalam ranah Bhinneka Tunggal Ika berdasarkan nilai kerukunan, kedamaian, toleransi, empati, gotong royong, dan keunggulan dalam seni, budaya dan ilmu pengetahuan.

Sama halnya dengan KH Agus Sunyoto, Romo Benny Susetyo menuturkan, Pancasila harus ditanamkan sebagai perilaku hidup. Semakin seseorang bertaqwa kepada Tuhan, semakin ia menjadikan Pancasila sebagai perilaku hidup, karena ia mencintai kemanusiaan dan keadilan.

Ia melanjutkan, salah satu siasat budaya dalam merawat kebhinekaan dan menangkal radikalisme adalah mengamalkan sila kelima Pancasila, yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Kampus hendaknya menjadi motor penggerak dengan menghargai produksi dan pelestarian nilai-nilai budaya. Kita mesti belajar dari Jepang yang begitu mencintai produk dalam negeri sehingga dapat menjadi negara besar,” ucapnya.

Sementara itu Riyanto mengatakan, hendaknya kita sebagai Warga Negara Indonesia sadar bahwa kemerdekaan Indonesia didapatkan atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa, sesuai dengan pembukaan UUD 1945.

“Jika kita sadar akan hal tersebut, ditambah dengan ilmu dan budi luhur, maka pancasila akan hidup dalam kehidupan kita sehari-hari,” pungkasnya.(Der/Aka)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait