Sopir Konvensional Kecewa Sikap Pemerintah yang Abai

MALANGVOICE – Pemkot Malang menggelar pertemuan dengan perwakilan sopir angkot dan taksi, Rabu (27/9). Perwakilan sopir konvensional ini tetap kecewa atas sikap tak tegas pemerintah.

Pengurus Forum Angkutan Kota (Forkot), Toger mengatakan, suasana di Indonesia jadi keruh akibat unjuk rasa yang terjadi di berbagai daerah.

“Dampaknya terasa sampai bawah. Kami dijajah kaum kapitalis,” katanya usai pertemuan.

Pengemudi Grab, Go-Jek dan sejenisnya seringkali mengambil penumpang seenaknya. Sedangkan, sopir konvensional semakin ditekan badan hukum. Apabila tidak patuh atau tidak memiliki badan hukum, maka dilarang beroperasi.

Apalagi, Kota Malang daerah kecil. Angkot sudah diatur, baik rute dan jaraknya. Namun, kehadiran taksi dan ojek online dengan mengambil penumpang sembarangan berdampak negatif pada penghasilan para sopir.

“Apapun putusan MA, kami tegas menolak,” jelas dia.

Dialog yang dilakukan beberapa kali pun tak kunjung menghasilkan keputusan tegas. Toger bahkan sampai bosan datang ke pertemuan dan bicara panjang lebar, tapi tidak ada solusinya.

“Yang pasti, kami menolak Grab dan Go-Jek. Kam ingin Kota Malang tetap kondusif,” tegas dia.

Sampai saat ini, ada 1.700 lebih taksi online ditambah sekitar 10 ribu ojek online.

“Pendaftarannya sampai sekarang masih dibuka, ini ancaman bagi sopir konvensional,” kata sopir taksi Citra, Hariadi, yang turut hadir dalam pertemuan itu.

Selama ini ia bersama sopir konvensional lain tidak melihat adanya penindakan. Pihaknya menuding 70 persen pelaku online merupakan menengah ke atas.

“Lahan kami cari nafkah direbut oleh mereka. Wajar jika kami menuntut ke pemerintah, supaya bersikap atas kondisi ini,” ungkapnya.(Der/Ak)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait